Perlunya Seorang Imam Zaman
Ikhtisar Khutbah Jumah Hadhrat Khalifatul Masih V Atba
22 Maret 2013 di Masjid Agung Baitul Futuh London
===========================================
أَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُوَ أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا
بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْمِ
اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١)
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦)
صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ (٧)
‘Hadhrat Imam Mahdi
a.s. menulis di dalam salah satu bait syair berbahasa Urdu beliau sebagai
berikut:
[‘Waqt tha waqte Masiha
na kisi aor ka waqt,
Me na aata to koi aor
he aya hota’], yakni,
‘Kinilah waktunya Al Masih ‘datang, tiada yang
lainnya;
Seandainya pun bukan diriku yang ‘datang, tentulah
ada orang lain !
Hadhrat
Masih Mau’ud a.s. menyatakan di dalam suatu maklumat: ‘Setengah orang yang
‘pandir berpikir, bahwa aku ini telah mengada-ada mendakwakan diri sebagai
banyak menerima ilham.
Ini
tidak benar.
Sebab
pada faktanya, hal ini semua terjadi semata-mata berkat Allah Al Qadir, Sang
Pencipta langit dan bumi, seluruh alam semesta.
Yakni,
manakala iman kepada Allah telah berkurang, seorang insan seperti diriku
diciptakan; kemudian Dia pun bercakap-cakap dengannya, dan melalui dirinya Dia
mewujudkan segala kehendak-Nya.
Sehingga
manusia pun menyadari, bahwa Allah itu mewujud.’
Besok
tanggal 23 Maret [2013], [Jamaat Ahmadiyah] akan memperingatinya sebagai Hari
Masih Mau’ud [Insha Allah].
Oleh
karena itu, pada Khutbah Jumah ini, akan disampaikan kebenaran pendakwaan Hadhrat
Masih Mau’ud a.s., fadhzal karunia
dan pertolongan Allah kepada beliau, Perlunya Seorang Imam Zaman, dan seruan beliau a.s. kepada seluruh Kaum
Muslimin agar menerimanya, berdasarkan perkataan beliau sendiri.
Yakni,
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Berbagai macam peristiwa besar di langit
dan bumi sebagai isyarah kedatangan Imam Mahdi telah menzahir pada periode
kehidupanku.
Beberapa
waktu yang lalu, Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari telah terjadi di bulan Ramadan.
Begitupula Komet [Bintang Berekor] telah muncul.
Berbagai
gempa bumi telah terjadi. Kemudian merebak-luas wabah penyakit ta’un [pes].
Ajaran
Kristen telah menyebar luas ke seluruh dunia; kemudian sebagaimana telah
diisyaratkan dalam berbagai tulisan [literature], diriku dituduh kufur sedemikian
kerasnya.’
Pendek
kata, segala tanda [isyarah] telah bermunculan; dan ilmu serta hikmah yang
membawa petunjuk hidayah kebenaran bagi umat manusia pun telah dizahirkan.
Yakni
mengenai kebenaran pendakwaan beliau, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menulis: ‘Aku
menyaksikan mereka yang mau mengikuti fitrat baik dan kaidah alamiah, telah
diberi kesempatan baik oleh Allah untuk menerima pendakwaanku sedemikian rupa, sehingga
mereka pun tidak menghadapi berbagai kesulitan sebagaimana yang dialami oleh
pihak penentang.
Mereka
mengetahui dengan jelas, bahwa Hadhrat Isa a.s. telah wafat; sehingga mereka
pun harus mengakui nubuatan yang tercantum di berbagai Hadith mengenai
kedatangan Al Masih adalah salah satu perkara yang sahih, yang tidak dapat diingkari
oleh orang yang mau berpikir.
Sehingga
tak ‘ada pilihan lain bagi mereka selain harus menerima kenyataan, bahwa kedatangan
Al Masih akan berasal dari Kaum Muslimin sendiri.
Namun,
mereka berhak untuk menyoal: Mengapa harus beriman kepadaku sebagai Al Masih
Mau’ud, dan apa yang mendasari pendakwaanku ?
Jawabannya
adalah: ‘Semua isyarah yang tercantum di dalam Al Quranul Karim maupun berbagai
Hadith mengenai ciri-ciri khas [kedatangan] Al Masih Mau’ud telah mewujud dan
menyatu di dalam diriku, di zaman kehidupanku, dan juga di negeriku.
Contohnya:
Keadaan zaman, negeri, dan lokasi tempat munculnya Al Masih serta berbagai
kondisi lingkungannya yang disebut khas bagi kedatangannya; juga berbagai
peristiwa besar di bumi maupun di langit sebagai isyarah yang khusus bagi
dirinya; talim dan tarbiyatnya yang khas, semuanya telah menyatu di dalam
diriku.
Kemudian
sebagai tambahannya dan juga untuk memberikan kepuasan lebih jauh, aku pun
diperkuat dengan bantuan Samawi.’
Dan
dikarenakan aku diberi otoritas untuk menangani Kaum Kristen, maka aku pun
dijuluki sebagai ibnu Maryam.
Langit
telah memperlihatkan berbagai tandanya. Begitupun bumi, telah menyatakan, bahwa
kinilah saatnya.
Pendek
kata, kedua alam tersebut telah memperlihatkan kesaksiannya dalam mendukung
diriku.
Untuk
memperjelas hal ini: Isyarah yang diberikan di dalam text Al Quranul Karim telah
membuktikan, bahwa Hadhrat Rasulullah Saw muncul dengan sifat-sifatnya yang
serupa dengan Hadhrat Musa a.s., dan rangkaian Khilafat sepeninggal Hadhrat
Rasulullah Saw pun akan serupa dengan rangkaian Khilafat yang berdiri
sepeninggal Hadhrat Musa a.s.
Kemudian,
sebagaimana Hadhrat Musa a.s telah menjanjikan bahwa di hari kemudian – yakni,
manakala kenabian di kalangan Bani Isra’il telah mencapai batas akhirnya, yakni
telah terpecah-belah ke dalam sekian banyak firqah yang saling berseteru sengit
hingga saling mengkafirkan — itulah saat Allah Ta’ala mengangkat seorang Khalifah-Nya,
yakni Hadhrat Isa a.s. untuk menghidupkan kembali agama Hadhrat Musa a.s.
Ia
akan mengumpulkan kembali domba-domba Israil yang hilang tercerai-berai.
Menyatukan ‘domba’ dan ‘srigala’ dalam satu wadah. Ia akan menjadi Hakam bagi
seluruh firqah Bani Isra’il; menghilangkan semua perbedaan faham, semua
perseteruan pahit dan niat buruk mereka. Maka begitupula janji [isyarah] serupa
itu telah dinyatakan di dalam Al Quranul Karim, pada ayat: ‘…..wa aakhariina minhum lamma
yalhaquu bihim, ….’
yakni, ‘Dan
[begitu pula] Dia akan membangkitkannya pada
kaum lain dari antara mereka, yang belum pernah bertemu dengan mereka.…’
(Q.S. 62 / Al Jumah : 4).
Dan
banyak rincian [tafsir] ayat ini yang telah disebutkan di dalam berbagai Hadith.
Antara
lain, tercantum di situ, bahwa Kaum Muslimin akan terpecah-belah ke dalam
berbagai firqah yang saling berseteru dan mengkufurkan satu sama lain; kemudian
semakin tajam kebencian dan permusuhan mereka hingga datangnya Al Masih Mau’ud
sebagai Hakaman Adalan.
Dia
akan melenyapkan segala keaniayaan dan permusuhan. Di zaman kehidupannya,
srigala kedhzaliman dan domba-domba mukminin akan dihimpun bersama.
Para
ahli tarikh agama mengetahui, ketika Hadhrat Isa a.s. diutus, berbagai macam
firqah agama Israili [Yahudi] tersebut telah berkubang dalam perseteruan sengit
dan saling memfatwakan mukadzibin dan
kafirin.
Demikian
pula diriku yang ‘datang di saat perpecahan intern semakin parah dan menyebut Kafir kepada satu
sama lain.
Sudah
sedemikian mendesaknya saat-saat pertikaian tersebut, sehingga Kaum Muslimin menyadari
perlunya seorang Hakaman Adalan.
Dan
oleh karena itulah, Allah Taala mengutus diriku.’ (Kitabul-Bariyyah, Ruhani
Khaza’in, Vol.13, hlm.254-257, footnote – Essence of Islam, Vol.IV, hlm.62–65).
Hadhrat
Masih Mau’ud a.s. pun menulis: ‘Adalah satu hal yang sangat mengherankan,
betapa Al Quran Karim maupun berbagai Hadith sama-sama memberikan isyarat yang
pasti, bahwa sebagaimana Hadhrat Isa a.s. lahir di Abad Ke-14, atau 13 Abad
setelah Hadhrat Musa a.s., begitupula hamba ini yang diutus Allah Ta’ala pada
Abad Ke-14.
Begitupun
para waliullah besar ahli kasyaf menyimpulkan, bahwa kedatangan Al Masih Mau’ud
terjadi pada Abad Ke-14.
Kemudian
Allah Ta’ala pun mengsiyaratkan yang lebih pasti lagi dalam perkara ini dengan
memberiku nama: Ghulam Ahmad Qadiani, yang memiliki nilai bilangan yang sama
dengan 1.300.
Pendek
kata, Al Quranul Karim dan berbagai Hadith telah membuktikan, bahwa Al Masih Mau’ud
akan ‘datang di Abad Ke-14, di saat meningkatnya perpecahan dan saling mengkafirkan.’
Hadhrat
Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Sheikh [Muhyiddin] Ibnu Arabi menulis, bahwa Al
Masih Mau’ud akan lahir kembar dengan seorang bayi wanita.
Beliau
pun menubuatkan, bahwa Al Masih Mau’ud akan berasal dari China; yakni kakek
buyutnya pernah tinggal di Jazirah China.
Dan
Arasy Ilahi menzahirkan semua itu; yakni, Masih Mau’ud a.s. [Hadhrat Mirza
Ghulam Ahmad Qadiani] terlahir kembar dengan seorang bayi wanita, dan nenek
moyangnya berasal dari Samarkand, yang masih termasuk ke dalam Jazirah China.
Hadhrat
Masih Mau’ud a.s. pun bersabda: ‘Sesuai dengan pernyataan Al Quranul Karim bahwa
pendakwaanku berdasarkan perintah Allah Taala dapat dibuktikan dengan
mengujinya dalam 3 aspek.
Pertama,
didukung oleh pernyataan yang jelas dan qath’i,
bahwa pendakwaanku tidak bertentangan dengan Kitabullah [Kitabul Syariah].
Kedua,
berbagai aqidahnya yang intelek, teruji dan saling mendukung;
Ketiga, berbagai tanda samawi menguatkan pendakwaanku.
Dan
segala pendakwaanku telah teruji oleh ketiga aspek tersebut dan juga dengan
ilmu mantiq, logika akal sehat.’
Beliau
a.s. bersabda: ‘Shahih Bukhari menyatakan, Al Masih yang akan ‘datang berbeda
penampilannya dibandingkan Al Masih Awal (Hadhrat Isa, a.s..
Hadhrat
Rasulullah Saw melihat dalam satu kasyaf: Al Masih Mau’ud datang’ bertawaf ke Ka’bah,
dan Rasulullah Saw bersabda, bahwa kulitnya berwarna kecoklatan dan berambut
lurus.
Sedangkan
Al Masih Israili berwarna kulit kemerahan dan berambut ikal.
Shahih
Bukhari pun mencantumkan, bahwa warna kulit Al Masih Muhammadi berwarna coklat
muda dan berambut lurus. Sedangkan Al Masih Israili berwarna kulit kemerahan
dan berambut ikal.
Dengan
demikian Hadhrat Rasulullah Saw menegaskan, bahwa Al Masih Yang Dijanjikan
adalah orang yang lain lagi, dan wa
imamukum minkum, yakni akan berasal dan mengimami Kaum Muslimin sendiri.
Sangat
penting pula untuk diingat, Hadhrat Rasulullah Saw tidak hanya mengatakan ada
dua Al Masih yang berbeda, namun juga menyampaikan di beberapa tempat, bahwa
manakala menyebutkan Al Masih Yang Dijanjikan, beliau pun mengatakan mengenai Dajjal.
Sebaliknya,
beliau tidak menyebutkan sesuatu hal mengenai Dajjal ketika mengatakan tentang
Al Masih Israili.
Hal
ini menegaskan bahwa Hadhrat Rasulullah Saw menyampaikan 2 (dua) sosok ‘Isa ibnu
Maryam’ [yang berbeda]. Petunjuk
penting lainnya adalah: Hadhrat Isa [Israili] a.s. itu berasal-muasal dari Syria
yang tidak berkulit kecoklatan. Melainkan, orang India-lah yang kulitnya berwarna
coklat.
Sejarah
agama Kristen pun menyampaikan kepada kita, bahwa Hadhrat Isa a.s. tidak
berkulit coklat, melainkan kemerahan sebagaimana umumnya orang Syria.
Jadi,
perkataan di dalam berbagai Hadith itu membuktikan, bahwa wujud penampilan Al
Masih Yang Dijanjikan akan datang’ itu tidak sama sebagaimana umumnya orang Syria.
Kemudian
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pun bersabda: ‘Seandainya kaum Maulwi zamani mau
mengakui sejujurnya, bahwa ‘Kasri Salib’ (yakni mematahkan salib dalam arti
maknawi, bukan ragawi) adalah tugas seorang Mujaddid Rabbani Abad Ke-14; yang
dinisbahkan juga sebagai tugas Imam Mahdi. Maka menjadi jelas, bahwa Mujaddid Zamani
Abad Ke-14 itu adalah juga Al Masih Al Mahdi Mau’ud.
Berbagai
kemerosotan akhlak seperti meminum minuman keras [ber-alkohol], perbuatan
tuna-susila dan ‘mo-limo’ lainnya
semakin marak di Abad Ke-14 ini.
Meskipun
jika dikaji lebih dalam lagi, akan ditemui bahwa sebab-musabab timbulnya
berbagai perbuatan buruk tersebut adalah dikarenakan adanya ajaran dogmatis,
bahwa darah atau kehidupan seorang manusia telah menebus berbagai dosa manusia
lainnya.
Ini
pulalah mengapa sebabnya bangsa Europa [atau bangsa Barat] adalah yang terburuk
dalam perbuatan dosa tersebut.
Dan
biasanya, melalui bangsa ini pulalah, bangsa-bangsa lain pun menjadi semakin
merasa bebas.
Sehingga
bahkan jika bangsa tersebut banyak yang tewas oleh serangan penyakit atau
epidemic, pikiran dan jiwa mereka tidak terusik, bahwa semua itu sangat boleh
jadi adalah sebagai adzab atas berbagai perbuatan buruk mereka.
Ini
disebabkan kecintaan kepada Allah sudah tak’ ada, dan pengakuan atas
Keagungan-Nya pun telah menghilang dari qalbu mereka.’
Jadi,
berbagai macam bencana alam yang kini tengah menerjang hendaknya dapat menjadi keprihatinan.
Kita
pun hendaknya banyak-banyak berdoa. Dan mereka yang tak beriman hendaknya mau berpikir.
Hadhrat
Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Kebebasan yang diberikan oleh ajaran Kristen mengenai
konsep penebusan dosa telah mengakibatkan kemerosotan akhlak, yang
bangsa-bangsa lain pun terpengaruh oleh mereka.
Kemerosotan
akhlak ini seperti penyakit menular.
Yakni,
bila seorang wanita yang baik bergaul dengan para wanita yang tak berakhlak,
boleh jadi ia tak akan nyata-nyata melakukan perbuatan buruk, tetapi hatinya
akan terpengaruh juga.
Maka
ghairat untuk senantiasa memuliakan dan mencari rahimiyyat Allah Ta’ala akan
menyelamatkan insan dari racun pengaruh ajaran Kristen dan menghindari
kesesatan faham ‘tuhan’ [Jesus] yang mengalami kematian.
Dan
dikarenakan kemudharatan tersebut telah mencapai puncaknya di Abad Ke-14, maka
atas kehendak Allah Taala, Mujaddid Azam Abad Ke-14 itu pun, salah satu tugas
besarnya adalah ‘Kasri Salib’.
Sebab,
keberadaan seorang Mujaddid adalah semisal Tabib untuk memberantas penyakit
yang tengah merajalela di masyarakat.
Maka
jika ‘Kasri Salib’ ini adalah tugas seorang Al Masih Mau’ud, tentulah Mujaddid Azam
Abad Ke-14 yang tugasnya juga ‘Kasri Salib’, dia itu tiada lain adalah Al Masih
Al Mahdi juga.
Hadhrat
Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Lalu timbul pula pertanyaan alami: Bagaimana dan dengan cara apa Al Masih Mau’ud
tersebut melaksanakan tugas ‘Kasri Salib’-nya ?!
Apakah
dengan cara – sebagaimana yang dipercayai kaum Maulwi para penentang kami – dengan
kekerasan dan peperangan ?
Itulah
aqidah kaum Maulwi yang sangat keliru; yang jelas-jelas bertentangan dengan tugas
Al Masih Mau’ud untuk membatalkan peperangan !
Melainkan,
status beliau adalah justru untuk melenyapkan [kekerasan, peperangan, dan]
berbagai kemudharatan ‘sosial tersebut dengan ilmu mantiq akal sehat, berbagai
tanda dukungan arasy-Ilahi, dan doa-doa.
Allah
Taala telah mengaruniakan 3 (tiga) sarana tersebut yang terbukti memiliki
kekuatan mukjizatnya, yang tak dapat ditandingi oleh pihak lain.
Dengan
cara inilah sesungguhnya tugas ‘Kasri Salib’ dapat dilaksanakan; yang keagungan
keberhasilannya dapat disaksikan dengan jelas oleh setiap orang yang memiliki
indera [rohani] yang tajam.
Sehingga,
sedikit demi sedikit pintu-pintu gerbang untuk menerima Tauhid pun semakin
terbuka.
Namun,
semua pekerjaan tersebut akan rampung secara bertahap. Karena missi Allah Taala
pun bersifat bertahap.
Yakni,
sebagaimana Islam pada awalnya dulu berkembang secara bertahap; maka demikian
pula di zaman akhirin ini, kemajuannya kembali bertahap sebagaimana dulu.
Hadhrat
Masih Mau’ud a.s. menulis: ‘Hendaklah senantiasa diingat, makna 'Imamuz Zaman’
mencakup pula derajat Nabiyyin, Rusulin, Muhaddathin dan Mujaddidin.
Akan
tetapi barangsiapa yang tidak diutus Allah Taala untuk memberi hidayah dan
tarbiyah bagi umat manusia, dan tak juga ia dikarunia keistimewaan derajat tersebut,
meskipun ia seorang waliullah ataupun mufti besar, tetap tak dapat disebut
sebagai Imamuz-Zaman.
Akhirnya
kita pun sampai kepada pertanyaan: ‘Jika demikian, siapakah Imam Zamani di
zaman sekarang ini, yang seluruh Kaum Muslimin, segenap orang muttaqi, semua
ahli kasyaf dan ilham harus mengikutinya ?
Maka
dengan ini aku sampaikan pendakwakanku
tanpa ragu: Dengan karunia dan rahmat Ilahi, Dia telah memberikan semua
tanda dan isyarah tersebut bagi diriku, serta mengutusku di awal abad ini,
yakni 15 tahun setelah melewati awalnya.
Aku
‘datang di saat semua ajaran Islam tanpa kecuali, telah melantur ke dalam
berbagai macam perbedaan; sebagaimana ketika Hadhrat Isa a.s. ‘datang, berbagai
macam akidah yang salah telah menyebar-luas.
Sedemikian
besarnya perbedaan tersebut, sebagian ada yang mempercayai Hadhrat Isa a.s. masih hidup [di langit],
sedangkan sebagian lainnya mengatakan sudah wafat. Sebagian lain mempercayai bahwa
beliau akan turun lagi dengan tubuh kasarnya, sedangkan sebagian lain meyakini
bahwa hal tersebut adalah permisalan belaka.
Kemudian
sebagian dari mereka itu berpikir, bahwa Al Masih akan turun di Damascus
(Syria), tetapi sebagian lain mengatakan di Mekkah, dan ‘ada lagi yang
menyatakan di [Baitul Maqdis] Jerusalem.
Lalu
sebagian yang lain mengharap-harap beliau muncul di antara lasykar Kaum
Muslimin, sedangkan lainnya menyatakan akan turun di India.
Maka
bagi semua aqidah dan fatwa yang saling berbeda tersebut sangat memerlukan
kedatangan seorang Hakam untuk memberikan Keadilan di antara mereka
Dan
aku inilah sang Hakaman-Adalan itu.
Aku
‘datang untuk ‘Kasri [memecahkan] Salib’ dalam arti rohani, dan melenyapkan berbagai
macam perbedaan tersebut.
Inilah
dua ‘alasan utama mengapa diperlukan kedatanganku.
Meskipun
tak perlu bagiku untuk memperlihatkan bukti pendukung lainnya bagi kebenaranku ini
– karena semuanya sudah cukup – namun Allah Ta’ala senantiasa menunjukkan
berbagai tanda-Nya yang mendukung kebenaranku.
Oleh
karena itu, disebabkan aku adalah Hakam yang memberikan
keadilan bagi semua perbedaan aqidah dan fatwa
tersebut, begitu pulalah aku ini adalah Hakam bagi perselisihan
faham mengenai hidup dan matinya Hadhrat
Isa a.s.
Maka
dengan ini aku nyatakan, bahwa aqidah Imam Maliki r.h,; Ibnu Hazmi r.h dan para Mu‘tazilah
lainnya mengenai isyarat kuat bahwa Hadhrat Isa a.s. telah wafat adalah benar.
Sedangkan pernyataan Ahli-Sunnah lainnya adalah salah.
Maka
sesuai dengan kapasitasku sebagai Hakam, dengan ini aku fatwakan pula, bahwa kaum Ahli-Sunnah
tersebut benar hanya dalam hal konsep
dasar mereka mengenai kedatangan Hadhrat Isa’. Sebab, beliau a.s. memang harus
‘datang, namun dalam arti rohani.
Yakni
kekeliruan mereka adalah pengertian ‘turunnya’ secara harfiah, yang seharusnya
adalah maknawiyah.
Adapun
persoalan mengenai kematian Hadhrat Isa a.s., para Mu‘tazilah seperti Imam
Maliki, Ibnu Hazmi, dan lainnya yang memiliki pandangan yang sama, adalah benar
karena sesuai dengan pernyataan yang qath’i dari ayat [Al Quran] yang mubarak
ini: ‘…..falammaa
tawaffaytani…..’,
yakni, ‘…..akan tetapi setelah Engkau mewafatkan aku.…’ (Q.S. 5 / Al Maidah : 118);
Yakni, Hadhrat Isa [ibnu Maryam Israili] a.s.
mestilah sudah wafat sebelum kaum Kristen menjadi sesat.
Inilah
fatwaku sebagai Hakaman Adalan.
Maka
mereka yang tidak menerimanya berarti tidak menerima Allah Taala yang telah
mengutusku sebagai seorang Hakam.
Jika
pun ada yang menyoal: 'Apakah buktinya tuan sebagai seorang Hakam ?'
Jawabannya
adalah: Saat kedatangan bagi seorang Hakaman Adalan telah ditakdirkan-Nya
menzahir di sini. Begitupula berbagai kaum yang berfaham keliru mengenai ‘Kasri
Salib’ telah di-ishlah oleh sang Hakam ini;
hakam berarti memperbaikinya kembali kepada yang haq.
Berbagai
tanda isyarah yang mendukung kebenaran sang Hakam ini telah zahir, dan terus menerus
menzahir.
Langit
telah menzahirkan berbagai tanda-Nya; begitupun bumi.
Maka
mubaraklah bagi mereka yang matanya tidak tertutup !’ (‘Dhzaruratul Imam’ /
Perlunya ‘Seorang Imam Zaman’, hlm.39–41).
Beliau
a.s. pun menulis: ‘Para penentangku hendaklah menimbang-nimbang dengan hati
nurani mereka: Karena aku ini adalah Al Masih Al Mahdi Mau’ud, apakah berhak –
hanya demi untuk kekuasaan – terus menerus mencerca dan menghina seorang wujud
yang bahkan Hadhrat Rasulullah Saw pun memisalkannya sebagai tangan kanan
beliau, dan menyampaikan salam kepada Hakaman Adalan, Imamuz Zaman dan Khalifatullah-Nya
itu ?’
‘Maka
jauhilah segala sifat ammarah. Melainkan, berpikirlah. Bukan demi untukku,
melainkan demi Allah dan Rasulullah Saw: Apakah sikap kalian terhadap pendakwaanku
itu benar ?
Aku
tak hendak memperpanjang parkara ini karena perkaraku terhadapmu ini telah digantungkan
di langit.
Yakni,
jika aku ini adalah wujud yang sama persis sebagaimana yang dijanjikan Allah melalui
lidah aqdas Hadhrat Rasulullah Saw, tentulah
dosa kalian bukan terhadapku, melainkan terhadap Allah Swt.
Seandainya
tak tercantum di dalam berbagai Hadith, bahwa ia akan dianiaya dan dicerca,
tentulah kalian tak akan berani menganiaya sebagaimana yang telah kalian
lakukan. Namun begitulah, semua itu takdir dan sunatullah yang masih tetap
dapat ditemukan di dalam berbagai kitab kalian, sehingga kalian pun terbukti
bersalah.
Maka
bacalah berbagai kitab kalian itu, yakni dengan terus menerus memfatwakan
diriku kafir dan
mencerca diriku, maka tiada lain kalian menegaskan diri sebagai kemudharatan terhadap arasy Ilahi,
sebagaimana mereka yang telah memfatwakan kafir dan melawan Al Masih [Israili].
Sejak
awal aku telah mengundang kalian, kemudian diulang kembali, agar datanglah
kepadaku, sehingga berbagai keraguan pun lenyap; namun tak ‘ada satupun dari
kalian yang datang.
Maka
aku mengundang semuanya kepada suatu keputusan akhir, namun tak ‘ada yang
mempedulikan.
Maka
dengan ini aku nasehatkan agar kalian ber-istikharah kepada Allah Taala
sedemikian rupa disertai dengan linangan air mata. Sehingga Dia pun berkenan
untuk membukakan kebenaran petunjuk hidayah-Nya. Namun kalian tak melakukannya,
melainkan terus menerus menentangku.
Maka
sungguh benarlah Allah Taala telah meng-ilhamkan tentang diriku: ‘Seorang Nadziir [Pemberi Ingat] telah ‘datang
ke dunia; namun dunia tak menerimanya. Tetapi Allah menerimanya dan menolong kebenaran
pendakwaannya dengan perkasa.
Maka,
mungkinkah seorang insan yang siddiq dapat dibinasakan ?
Apakah
mungkin seorang insan yang berasal dari Allah Taala dapat dipecundangi ?
Wahai
kalian manusia, janganlah berseteru dengan Allah !
Ini
adalah satu perkara yang Allah telah takdirkan demi untuk kebaikan kalian; demi
untuk agama kalian. Maka janganlah meletakkan sesuatu aral apapun yang
merintangi di hadapannya.
Boleh
jadi engkau dapat tetap berdiri menantang petir. Namun tak akan sekali-kali
sanggup menentang Allah Taala.
Jika
semua ini rekaan buatan tangan manusia, sama sekali tak diperlukan perlawananmu.
Sebab, Allah Swt sendiri yang akan
membinasakanku.
Sungguh
malang ! Langit telah menjadi saksi [kebenaran ini], tetapi kalian tak
mendengarkannya. Bumi telah menyerukan: Seorang
telah diperlukan, Seorang telah diperlukan. Namun kalian tak
memperdulikan !
Wahai
kalian yang bernasib malang ! Bangkitlah, dan lihatlah. Kinilah saat-saat
yang penuh dengan kesedihan. Islam telah dicampakkan di bawah telapak kaki; dan
diperlakukan laksana kriminal. Dianggap sebagai para pendusta. Banyak
dituliskan sebagai di antara yang tak suci.
Lalu,
mengapakah ghairat Allah Taala tidak timbul di saat yang demikian itu ?
Fahamilah,
‘surga telah didekatkan. Saat itu telah dekat, ketika setiap telinga akan
mendengar seruan: ‘Aku mawujud !’. (Kitabul-Bariyyah, Ruhani Khaza’in, vol.13,
pp. 228-330 – Essence of Islam, Vol.IV, pp.).
[Next
Hadhrat Khalifatul Masih gave the sad news of the passing away of Chaudhry
Mubarak Musleh Din Ahmad sahib. He was a long-term server of the Jama’at. He
passed away on 16 Maret at the age of 79. Both
his father dan grdanfather were companions of Hadhrat Masih Mau’ud a.s.. He
personally dedicated his life in 1949. He took his BSc in 1953 dan in 1956 his
MSc in Mathematics from Lahore. His
first service to Jama’at was in Tehreek e Jadid. He then served in Vakalatul
Maal, then in a trade organisation of the Jama’at dan then returned to Tehreek
e Jadid.
From
1972 to 2001 he served as Vakeelul Maal dan from 2001 till his death as
Vakeelul Taleem.
His
service to the Jama’at spanned 57 years. He leaves behind three sons dan two
daughters.
His
wife has also served the Jama’at dan says bahwa he always gave preference to
Jama’at work over house work.
No
matter what, he would always seek counsel of the Khalifa of the time.
He
always bersabda bahwa a life-devotee does not ever make any demdan. His
children say when growing up he did not ever let them have any feeling bahwa as
a life-devotee his means were limited.
Hadhrat
Khalifatul Masih bersabda he worked with Musleh Din sahib for eight years in
Vakalatul Maal dan learned a lot from him.
He
was especially skilled in budget making.
When
Hadhrat Khalifatul Masih became the Nazir e Ala, the conduct of Musleh Din
sahib who had been his superior until then, became extremely deferential dan
after the office of Khilafat his deference was greatly enhanced. May Allah
elevate his station !]
oo0O0oo
MAS/LA/ 20130329
Tidak ada komentar:
Posting Komentar