Selasa, 09 Februari 2016

Khutbah Huzur 5 Pebruari 2016



Siddiq dan Kadhdhzab
Disampaikan oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad Atba, 

Khalifatul Masih Al-Khamis, di Masjid Baitul Futuh, London UK


    Setelah mengucapkan "Assalamo-Alaikum wa Rahmatullah", tasyahud, syahadat, ata’awudz, dan tilawat Surah Al-Fatihah, Hazoor Aqdas Atba bersabda: ‘Masih di zaman kehidupan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. disampaikan oleh salah seorang pembicara di dalam suatu Pidato Jalsah Salanah bahwa perbedaan risalah Hadhrat Masih Mau'ud [Imam Mahdi] a.s.  dengan Kaum Muslimin lainnya, hanyalah: Jika mereka masih mempercayai Hadhrat Isa a.s. naik ke langit, sedangkan kita meyakini, bahwa beliau a.s. sudah wafat secara wajar.

    Penyampaian tersebut tidak cukup menegaskan maksud dan tujuan diutusnya Hadhrat Masih Mau'ud a.s.; sehingga meskipun sedang menderita sakit, beliau sempatkan juga untuk berpidato [pada tahun 1905] yang menjelaskan perkara ini dengan panjang lebar.
Beliau a.s. bersabda, bahwa: Risalah kedatanganku ini tidaklah hanya sekedar menegaskan perkara kehidupan dan kematian  Hadhrat Isa a.s. saja, melainkan berkaitan juga dengan berbagai macam masalah [kehidupan] lainnya.’

Kemudian beliau a.s. pun menerangkan dengan rinci beberapa perkara yang menyebabkan kemunduran Kaum Muslimin, yang untuk memperbaikinya itulah beliau diutus. Dan salah satu di antaranya adalah menjauhi kadhdhzab kedustaan. Sebaliknya, menjunjung tinggi siddiqiyah kejujuran.
    Beliau a.s. menasehati Jama'at agar senantiasa meningkatkan standard kesidikan mereka, karena sekedar menerima kedatangan beliau saja tidaklah cukup.
Maka, manakala pesan nasehat Hadhrat Masih Mau'ud a.s. ini yang dipancar-luaskan sesuai dengan perkataan beliau [melalui Khutbatul Jumah ini], bagi mereka yang belum mencapai standard siddiq sebagaimana yang diserukan, hendaklah menyadarinya.
Al Quran Karim menyatakan:

[yang artinya]  'Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu,...(Q.S. 25 / Al Furqan : ayat 73). Syirik (menyekutukan Tuhan) dan kadhdhzab kedustaan dicantumkan bersama-sama di dalam Al Quran Karim untuk menyatakan, bahwa perbuatan kadhdhzab dusta adalah dosa besar sebagaimana berlaku syirik !
Suku kata bahasa Arab word الزور 'zuur' (sumpah palsu) yang digunakan di dalam ayat ini adalah juga merujuk kepada kadhdhzab kedustaan.
Jadi, mencakup dusta, menyekutukan Tuhan, menghadiri kumpulan atau tempat kadhdhzab kedustaan didengungkan, musik, laghwi sia-sia, mengejar sesuatu yang hampa, dlsb.
Sedangkan jamaah Ilahi tidak akan berdusta, tidak mengunjungi berbagai tempat yang dipenuhi dengan kadhdhzab kedustaan, laghwi yang sia-sia ataupun kemusyrikan dilakukan; tak pula mereka memberikan kesaksian palsu.
Maka, mereka yang berusaha menghindari semua situasi dan kondisi seperti itulah yang disebut mukminin haqiqi. Pada Pidato beliau itu, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mengatakan, bahwa penyebab pertikaian di kalangan Kaum Muslimin adalah cinta dunia. Seandainya keridhaan Allah Taala yang menjadi tujuan utama mereka, niscayalah dengan mudahnya mereka dapat memahami aqidah yang paling benar di antara berbagai macam firqah, untuk kemudian diikuti dan menjadi bersatu. Sebab, bagaimana mungkin orang-orang yang tidak mengikuti jejak sunnah Hadhrat Rasulullah SAW dapat disebut sebagai Muslim ? Padahal Allah Swt telah menyatakan:



    Katakanlah, Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku: kemudian Allah pun akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosa kamu...' (QS.3/Al-Imran : 32).
Jadi, alih-alih mendahulukan kepentingan duniawi, bisakah mengikuti sunnah Hadhrat Rasulullah SAW ? Apakah beliau itu bersifat duniawi ? Mempraktekkan riba ? Mendahulukan dunia diatas agama ?
Hendaklah semua itu direnungkan dalam-dalam. Sunnah Rasulullah SAW hendaknya diikuti dengan berbagai cara yang dapat mengundang karunia Allah Taala !
Para Sahabah Hadhrat Rasulullah SAW sungguh telah mengikuti jalan lurus tersebut sehingga Allah Swt pun meng-inqilaab kehidupan mereka. Menjadi jauh dari berbagai perkara duniawi.
    Maka bandingkanlah keadaanmu dengan mereka, apakah anda telah mengerjakan apa yang mereka amalkan ? Setengah orang berpikir tak mengapa memberikan kesaksian palsu di Pengadilan demi sedikit uang. Maka dapatkah para pengacara mengatakan bahwa semua saksi yang mereka datangkan bisa dipercaya ?
Maka kondisinya kini sudah menjadi rapuh.
[Begitulah cara mereka dalam menentang Jamaat]. Yakni, tidak hanya para saksi palsu yang ditampilkan; perkaranya pun as-pal. Bahkan berkas-berkasnya pun diada-adakan. Sehingga tak ada lagi kebenaran dalam segala sesuatunya.
Maka, mereka yang mengatakan risalah [Hadhrat Imam Mahdi a.s.] ini tak diperlukan; katakanlah: Bukankah risalah itu pula yang dibawakan oleh Hadhrat Rasulullah SAW ?
Allah Taala mengkategorikan kadhdhzab kedustaan sebagai sama dosanya dengan kemusyrikan, sebagaimana dinyatakan-Nya:

'…maka jauhilah kenajisan berhala, dan jauhilah ucapan-ucapan dusta,...' (QS.22/Al-Hajj : 31).
Yakni, sebagaimana kedustaan yang meninggalkan Tuhan; begitulah kemusyrikan. Mereka yang menutup kejujuran mengandalkan kadhdhzab kedustaan. Inilah mengapa sebabnya Allah Taala mengaitkan kemusyrikan dengan kedustaan. Sebagaimana para musyrikin yang mencari selamat dengan perantaraan para berhala mereka, begitulah mereka yang mengandalkan kadhdhzab kedustaan berusaha mengatasi permasalahannya. Setengah orang mempertanyakan: Bagaimana mungkin kita dapat meninggalkan kadhdhzab kedustaan, yang adalah mustahil !
    Tetapi Hadhrat Masih Mau'ud a.s. telah menyatakan, bahwa hanya kejujuranlah yang dapat mengarahkan jalan ke keberhasilan; sebagaimana contoh pengalaman pribadi beliau a.s. ini: Seorang Pengacara Kristen yang bernama Ralya Ram mengajukan tuduhan perkara atas diri Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: Bahwa beliau a.s. telah mengeposkan naskah sebagai Barang Cetakan ke sebuah Perusahaan Percetakan tetapi di dalamnya ada amplop surat yang ditujukan kepada Manager-nya berisi berbagai instruksi pengerjaannya. Berdasarkan Peraturan Pos & Giro, adalah terlarang memasukkan sepucuk surat ke dalam pos yang disebutkan sebagai ‘Barang Cetakan’. Pelakunya dapat dikenakan sanksi hukuman 500 (lima ratus) Rupees [sekira Rp.5 juta sekarang]; atau 6 (enam) bulan penjara.
Namun Hadhrat Masih Mau'ud a.s. tidak mengetahui akan hal ini.
Ringkasnya, seketerimanya paket pos tersebut, pengacara Ralya Ram ini melaporkannya ke Pejabat P.N Pos yang berwewenang. Maka tuntutan hukum pun diajukan atas diri Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang sebelumnya telah mendapat mimpi, bahwa Ralya Ram ini mengirim seekor ular berbisa, namun Hadhrat Masih Mau'ud a.s. malah menggorengnya, lalu mengirimkannya kembali.
    Ketika akhirnya perkara itu akan disidangkan,  Pengacara beliau menasehati: Satu-satunya jalan agar lolos dari jeratan hukuman tersebut adalah menyangkali tuduhan itu; sebaliknya, katakanlah: Ralya Ram itulah yang berbuat untuk menyusahkan beliau a.s.. Namun Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menolak nasehat tersebut dengan mengatakan: Aku memang melakukannya. Oleh karena itu aku tak akan menyangkal.
Sang pengacara menyergah: Kalau begitu tuan tak akan dapat menyelamatkan diri.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjawab: Lihat sajalah nanti. Aku tak akan mundur untuk berkata jujur.
     Maka tibalah hari persidangan itu. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. tampil dihadapan seorang Hakim Inggris.
    Pertama-tama, ia bertanya: Apakah benar, tuan memasukkan sepucuk surat ke dalam paket pos Barang Cetakan ?
Beliau a.s. menjawab: Betul ! Tetapi aku tidak mengetahui, bahwa hal itu melanggar peraturan. Tak juga berniat mengelabui untuk merugikan pemerintah. Tidak memaksudkan surat tersebut sebagai bagian yang terpisah dari paketnya.
Maka Allah Taala pun mengubah hati sang Hakim. Ia condong memihak kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s..
    Meskipun Jaksa terus-menerus berusaha menyampaikan tuntutannya dengan panjang lebar, namun Hakim pun seringkali menggugurkannya dengan berkata: Tidak !
Kemudian ia pun membebaskan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dari segala tuduhan.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Bagaimana pula aku dapat mengatakan tak ada jalan lain selain mengucapkan dusta. Padahal sesungguhnya tiada jalan lain selain dengan menyampaikan kejujuran.
Maka manakala aku teringat peristiwa itu, timbulah kelezatan di dalam diriku, bahwa dengan mentaati perintah Allah, maka Dia pun memberikan ganjaran pahala-Nya sedemikian rupa sehingga menjadi [monumen] tanda kebenaran-Nya !

'… Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah — maka niscaya Dia memadai baginya…' (QS.65/Al-Talaq : 4).
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Tak ada yang lebih buruk selain kadhdhzab kedustaan.
    Orang-orang duniawi berkata, bahwa mereka yang berkata benar justru akhirnya mendapat hukuman.
    Bagaimana mungkin aku dapat menerima pendapat tersebut jika aku telah mengalami 7 (tujuh) kali tuntutan Pengadilan yang tak satu pun aku menggunakan kadhdhzab kedustaan; dan dengan karunia Allah Taala tidak pernah kalah.
Yakni, bagaimana mungkin Allah Taala tidak melindungi orang yang siddiq !
Maka jika ada setengah orang yang masih juga kena hukuman karena berkata jujur, hal itu bukanlah karena kelurusannnya, melainkan disebabkan adanya beberapa dosa atau keburukan tersembunyi yang hanya Allah Taala yang mengetahuinya.
Contohnya: Alkisah ada seorang majikan yang memukuli kokinya hanya dikarenakan bumbu masakannya tak sedap.
Ketika ia diingatkan, bahwa tindakannya itu dhzalim, ia mengatakan: Karena sang koki itu sudah lama bekerja dan dipelihara dengan baik [tetapi terus saja begitu].
Begitulah, jika berbagai kesalahan kecil sudah menumpuk, maka akhirnya terkena hukuman juga.
     Mereka yang senantiasa bersikap siddiq tidak akan pernah dihinakan karena mereka berada di dalam lindungan Allah Taala’.
Amal kebaikan yang hanya kadangkala saja tidaklah masuk hitungan. Melainkan, sebelum mempraktekkan amalan shalihan yang terbaik tak akan diperoleh berbagai buahnya yang diinginkan. Pelaksanaan yang asal-asalan saja, tidak disenangi Tuhan.
Maka adalah salah bila ada setengah orang yang mengatakan bahwa kedustaan tak dapat dipungkiri. Hal itu hanyalah bayangan ketakutan mereka sendiri sebagai akibat kurangnya penglihatan rohani dan berbagai kedhoifan diri.
Orang yang hanya menyambung-nyambungkan beberapa potong kain secara kasar, tentulah tak dapat dikatakan sebagai penjahit. Tak dapat pula diharapkan dapat menjahit kain sutera halus.
    Amal perbuatan yang tercemari tak akan memperoleh hasil.
Sebaliknya, Allah Taala tak akan menyia-nyiakan amalan shalihan sekecil apapun yang dilakukan dengan sepenuh ikhlas, yakni:

[yang artinya] 'Maka barangsiapa beramal kebaikan seberat zarah pun, ia akan melihat hasilnya,' (QS.99/Al-Zilzal : 8).
Jadi, bila suatu amal kebaikan tidak membuahkan hasilnya, itu dikarenakan kurangnya keikhlasan. Sebab, keikhlasan adalah syarat utama untuk berbuat amalan shalihan, yakni:

[yang artinya]'…dengan mengikhlaskan keitaatan kepada-Nya…' (QS.7/Al-Araf : 30).
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menyampaikan nasehat ini dengan susah payah. Yakni, beliau ingin mengembalikan fakta selain akidah datang atau tidak datangnya Hadhrat Isa a.s. dengan tubuh kasarnya; yang lebih penting adalah membebaskan diri dari sikap syirik. Jangan sampai berbuat Syirik meskipun secara halus dengan menekankan tegaknya kejujuran dan menjauhi kadhdhzab kedustaan. Maka setiap Ahmadi hendaknya mawas diri sudah sejauh mana dirinya sudah sesuai dengan yang diharapkan.
    Apakah kadhdhzab kedustaan digunakan dalam Perkara Pengadilan ? Atau berdusta demi mendapatkan sesuatu harta ? Tak jujur atau tidak ber-qaulan sadidan dalam awal perjodohan ? Apakah ber-kadhdhzab kedustaan demi untuk memperoleh tunjangan sosial dari pemerintah ?
    Banyak orang yang terperosok pikiran negatif dalam kaitan ini. Termasuk pernyataan penghasilan yang tak jujur demi untuk mendapatkan tunjangan negara, termasuk penipuan pajak.
    Hendaklah difahami bahwa setiap pemerintahan mengalami banyak permasalahan disebabkan semakin kurangnya pemasukan. Bila pun kini ada yang belum terkena, niscaya akan terjadi di waktu mendatang. Sehingga mereka pun akan memotong tunjangan kesejahteraan dan sosial lainnya dalam waktu dekat ini.
Maka dampak negatif apapun yang terjadi dalam kaitan ini, tidak hanya akan menyulitkan orang per orang, tetapi juga mencemarkan nama Ahmadiyah.
Maka bagi mereka yang suka menggunakan kadhdhzab kedustaan untuk berbagai tujuan tersebut, segeralah lenyapkan keuntungan duniawi sesaat dari pikiran anda. Berusahalah untuk menarik keridhaan Allah Swt dengan cara menghindari keburukan tersebut dengan gaya hidup secukupnya.
    Ingatlah pula agar kadhdhzab kedustaan ini juga jangan digunakan dalam permohonan asylum.
    Para Pengacara memang selalu akan menekankan demikian. Tetapi ingatlah apa yang telah dinasehatkan oleh Hadhrat Masih Mau'ud a.s..
Demikian pula para anggota Pengurus Jama’at hendaknya mawas diri: Apakah laporannya itu benar. Boleh jadi mereka tidak berdusta. Tetapi apakah sudah sungguh-sungguh ber-qawlan sadidan, atau tidak diragukan kebenarannya.
Berbagai materi persoalan hendaknya diselesaikan dengan jiwa taqwa. Jauhkan dari kepentingan pribadi dan sikap egoisme dan takabur.  Semata-mata takutlah kepada Allah Taala.
    Bila pun bukan perkara pengadilan, ingatlah sabda Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: Pangkal semua keburukan itu adalah ungkapan cinta dunia ! Dan hal ini mengarahkan kepada perpecahan dan pertikaian. Keharmonisan dan persatuan di dalam Jamaat menjadi pudar. Setidaknya, satu golongan tertentu di dalam Jama’at menjadi hilang. Persatuan yang ditegakkan oleh kedatangan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun menjadi hilang.
Terpecahnya Islam menjadi berbagai macam firqah adalah akibat cinta dunia, yang bahkan menjadi lebih terpecah-belah lagi. Begitulah jika satu keburukan muncul, maka menimbulkan berbagai macam keburukan lainnya.
    Sebagai orang Ahmadi, kita memiliki tanggung jawab yang besar; dan orang Ahmadi yang sejati adalah mereka yang mengikuti contoh uswatun hasanah Hadhrat Rasulullah SAW.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Hendaklah senatiasa diingat, barangsiapa telah menjadi milik Allah Taala, maka Allah Taala pun menjadi miliknya. Dan tak ada yang dapat mengelabui-Nya.
    Adalah sungguh bodoh orang yang menyangka dapat mengesampingkan Allah Taala dengan cara berpura-pura. Hal itu tiada lain adalah menipu diri sendiri.
Kecintaan dan ketamakan kepada duniawi adalah akar dari segala kemunkaran.
Adalah orang yang buta rohani yang membuatnya lupa akan perikemanusiaan. Tak sadar akan perbuatannya dan apa yang seharusnya.
Penyebab utama kerusakan di Dunia Muslim adalah dosa cinta dunia sedemikian rupanya sehingga ketika bangun dan saat tidurnya pun tak memikirkan lagi apa yang akan terjadi setelah kematiannya.
    Mereka hanya khawatir dan waspada akan disiplin waktu pekerjaannya, tetapi lalai dalam hal ibadat kepada Allah Taala. Ini dikarenakan kalbunya yang telah kosong dari keagungan
sifat Allah Taala.
Oleh karena itu senantiasalah takut kepada Allah. Dia itu memang mengabaikan banyak kesalahan kita. Tetapi manakala saatnya  tiba, azab-Nya pun keras mendera, sebagaimana dinyatakan ini:

‘Dan Dia tidak takut akan akibatnya.' (QS.91/Al-Shams : 16). Kemudian mereka yang ingin kembali kepada Allah dan mendapatkan qurb-Ilahi suka ingin serba cepat tercapai. Tak menyadari bahwa perkara keimanan menuntut kesabaran dan ketawaqalan yang luar biasa.
Umumnya manusia bekerja siang dan malam demi mendapatkan berbagai tujuan duniawinya. Menunggu bertahun-tahun lamanya untuk melihat berbagai hasilnya. Tetapi dalam urusan rohani, mengapa pula mereka tiba-tiba ingin menjadi seperti seorang waliullah; yang hanya dengan sekali hembusan nafasnya mengalami ketinggian langit rohani tanpa harus bersusah payah, tanpa berbagai ujian dan rintangan ? Padahal, peningkatan ruhani itu sesungguhnya tahap demi setahap; dan tidak akan mendatangkan keridhaan Allah Taala jika hanya berupa ucapan saja, sebagaimana dinyatakan-Nya:

‘Apakah manusia menyangka, bahwa mereka akan dibiarkan berkata, “Kami telah beriman”, dan mereka tidak akan diuji ?’ (QS.29/Al-Ankabut : 3).
Jadi, setiap karunia Ilahi itu menuntut upaya kerja keras. Namun, Islam tidak memerlukan syarat yang memberatkan sebagaimana para pendeta atau bhiksu [yang tak berkeluarga], kemudian dikatakannya sebagai jalan Ilahi ! Ajaran Islam hanyalah:

'Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan dirinya,' (QS.91/Al-Shams : 10), Yakni, meninggalkan setiap bentuk bid’ah dholalah, nafsu syahwat, dan mementingkan diri sendiri,
Semoga kita dapat berubah dalam praktek kehidupan kita. Memahami pentingnya kejujuran dan mendahulukan kepentingan agama di atas urusan dunia.
Setelah bai'at, semoga tidak hanya di bibir saja; melainkan sungguh-sungguh memahami maksud dan tujuan haqiqi diutusnya Hadhrat Masih Mau'ud a.s., dan berusaha sebaik-baiknya untuk mengikuti uswatun hasanah Hadhrat Rasulullah SAW, serta mendahulukan keridhaan Allah Taala di atas segalanya.’ Kemudian Hazoor Aqdas Atba mengumumkan akan mengimami Salatul Janazah Ghaib untuk tuan Kassim Touré Sahib, mubaligh kita di Jama’at Ivory Coast yang meninggal dunia pada tanggal  25 Januari yang lalu. Almarhum adalah juga seorang Musi yang mengkhidmati missi Jama'at sejak tahun 1986; antara lain adalah sebagai penerjemah Khutbatul Jumah ini ke dalam bahasa Joomla 


                                       (transl.MAS/Wasayya&DiyafatJamaatLA-W /02082016)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar