Minggu, 31 Maret 2013

Khutbah Huzur 22 Maret 2013


Perlunya Seorang Imam Zaman
Ikhtisar Khutbah Jumah Hadhrat Khalifatul Masih V Atba
22 Maret 2013 di Masjid Agung Baitul Futuh London


===========================================
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُوَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (١) اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (٢) الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (٣) مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (٤) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (٥) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ (٦)  صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّيْنَ  (٧)
          ‘Hadhrat Imam Mahdi a.s. menulis di dalam salah satu bait syair berbahasa Urdu beliau sebagai berikut:
[‘Waqt tha waqte Masiha na kisi aor ka waqt,
Me na aata to koi aor he aya hota’], yakni,
‘Kinilah waktunya Al Masih datang, tiada yang lainnya;
Seandainya pun bukan diriku yang datang, tentulah ada orang lain !
            Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menyatakan di dalam suatu maklumat: ‘Setengah orang yang ‘pandir berpikir, bahwa aku ini telah mengada-ada mendakwakan diri sebagai banyak menerima ilham.
            Ini tidak benar.
            Sebab pada faktanya, hal ini semua terjadi semata-mata berkat Allah Al Qadir, Sang Pencipta langit dan bumi, seluruh alam semesta.
            Yakni, manakala iman kepada Allah telah berkurang, seorang insan seperti diriku diciptakan; kemudian Dia pun bercakap-cakap dengannya, dan melalui dirinya Dia mewujudkan segala kehendak-Nya.
            Sehingga manusia pun menyadari, bahwa Allah itu mewujud.’
            Besok tanggal 23 Maret [2013], [Jamaat Ahmadiyah] akan memperingatinya sebagai Hari Masih Mau’ud [Insha Allah].
            Oleh karena itu, pada Khutbah Jumah ini, akan disampaikan kebenaran pendakwaan Hadhrat Masih Mau’ud a.s., fadhzal karunia dan pertolongan Allah kepada beliau, Perlunya Seorang Imam Zaman,  dan seruan beliau a.s. kepada seluruh Kaum Muslimin agar menerimanya, berdasarkan perkataan beliau sendiri.
            Yakni, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Berbagai macam peristiwa besar di langit dan bumi sebagai isyarah kedatangan Imam Mahdi telah menzahir pada periode kehidupanku.
            Beberapa waktu yang lalu, Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari telah terjadi di bulan Ramadan. Begitupula Komet [Bintang Berekor] telah muncul.
            Berbagai gempa bumi telah terjadi. Kemudian merebak-luas wabah penyakit  ta’un [pes].
            Ajaran Kristen telah menyebar luas ke seluruh dunia; kemudian sebagaimana telah diisyaratkan dalam berbagai tulisan [literature], diriku dituduh kufur sedemikian kerasnya.’
            Pendek kata, segala tanda [isyarah] telah bermunculan; dan ilmu serta hikmah yang membawa petunjuk hidayah kebenaran bagi umat manusia pun telah dizahirkan.
            Yakni mengenai kebenaran pendakwaan beliau, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menulis: ‘Aku menyaksikan mereka yang mau mengikuti fitrat baik dan kaidah alamiah, telah diberi kesempatan baik oleh Allah untuk menerima pendakwaanku sedemikian rupa, sehingga mereka pun tidak menghadapi berbagai kesulitan sebagaimana yang dialami oleh pihak penentang.
            Mereka mengetahui dengan jelas, bahwa Hadhrat Isa a.s. telah wafat; sehingga mereka pun harus mengakui nubuatan yang tercantum di berbagai Hadith mengenai kedatangan Al Masih adalah salah satu perkara yang sahih, yang tidak dapat diingkari oleh orang yang mau berpikir.
            Sehingga tak ‘ada pilihan lain bagi mereka selain harus menerima kenyataan, bahwa kedatangan Al Masih akan berasal dari Kaum Muslimin sendiri.
            Namun, mereka berhak untuk menyoal: Mengapa harus beriman kepadaku sebagai Al Masih Mau’ud, dan apa yang mendasari pendakwaanku ?
            Jawabannya adalah: ‘Semua isyarah yang tercantum di dalam Al Quranul Karim maupun berbagai Hadith mengenai ciri-ciri khas [kedatangan] Al Masih Mau’ud telah mewujud dan menyatu di dalam diriku, di zaman kehidupanku, dan juga di negeriku.
            Contohnya: Keadaan zaman, negeri, dan lokasi tempat munculnya Al Masih serta berbagai kondisi lingkungannya yang disebut khas bagi kedatangannya; juga berbagai peristiwa besar di bumi maupun di langit sebagai isyarah yang khusus bagi dirinya; talim dan tarbiyatnya yang khas, semuanya telah menyatu di dalam diriku.
            Kemudian sebagai tambahannya dan juga untuk memberikan kepuasan lebih jauh, aku pun diperkuat dengan bantuan Samawi.’
            Dan dikarenakan aku diberi otoritas untuk menangani Kaum Kristen, maka aku pun dijuluki sebagai ibnu Maryam.
            Langit telah memperlihatkan berbagai tandanya. Begitupun bumi, telah menyatakan, bahwa kinilah saatnya.
            Pendek kata, kedua alam tersebut telah memperlihatkan kesaksiannya dalam mendukung diriku.
            Untuk memperjelas hal ini: Isyarah yang diberikan di dalam text Al Quranul Karim telah membuktikan, bahwa Hadhrat Rasulullah Saw muncul dengan sifat-sifatnya yang serupa dengan Hadhrat Musa a.s., dan rangkaian Khilafat sepeninggal Hadhrat Rasulullah Saw pun akan serupa dengan rangkaian Khilafat yang berdiri sepeninggal Hadhrat Musa a.s.
            Kemudian, sebagaimana Hadhrat Musa a.s telah menjanjikan bahwa di hari kemudian – yakni, manakala kenabian di kalangan Bani Isra’il telah mencapai batas akhirnya, yakni telah terpecah-belah ke dalam sekian banyak firqah yang saling berseteru sengit hingga saling mengkafirkan — itulah saat Allah Ta’ala mengangkat seorang Khalifah-Nya, yakni Hadhrat Isa a.s. untuk menghidupkan kembali agama Hadhrat Musa a.s.
            Ia akan mengumpulkan kembali domba-domba Israil yang hilang tercerai-berai. Menyatukan ‘domba’ dan ‘srigala’ dalam satu wadah. Ia akan menjadi Hakam bagi seluruh firqah Bani Isra’il; menghilangkan semua perbedaan faham, semua perseteruan pahit dan niat buruk mereka. Maka begitupula janji [isyarah] serupa itu telah dinyatakan di dalam Al Quranul Karim, pada ayat: ‘…..wa aakhariina minhum lamma yalhaquu bihim, ….’

yakni, ‘Dan [begitu pula] Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum pernah bertemu dengan mereka.…’ (Q.S. 62 / Al Jumah : 4).
            Dan banyak rincian [tafsir] ayat ini yang telah disebutkan di dalam berbagai Hadith.
            Antara lain, tercantum di situ, bahwa Kaum Muslimin akan terpecah-belah ke dalam berbagai firqah yang saling berseteru dan mengkufurkan satu sama lain; kemudian semakin tajam kebencian dan permusuhan mereka hingga datangnya Al Masih Mau’ud sebagai Hakaman Adalan.
            Dia akan melenyapkan segala keaniayaan dan permusuhan. Di zaman kehidupannya, srigala kedhzaliman dan domba-domba mukminin akan dihimpun bersama.
            Para ahli tarikh agama mengetahui, ketika Hadhrat Isa a.s. diutus, berbagai macam firqah agama Israili [Yahudi] tersebut telah berkubang dalam perseteruan sengit dan saling memfatwakan mukadzibin dan kafirin.
            Demikian pula diriku yang ‘datang di saat perpecahan intern semakin parah dan menyebut Kafir kepada satu sama lain.
            Sudah sedemikian mendesaknya saat-saat pertikaian tersebut, sehingga Kaum Muslimin menyadari perlunya seorang Hakaman Adalan.
            Dan oleh karena itulah, Allah Taala mengutus diriku.’ (Kitabul-Bariyyah, Ruhani Khaza’in, Vol.13, hlm.254-257, footnote – Essence of Islam, Vol.IV, hlm.62–65).
            Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pun menulis: ‘Adalah satu hal yang sangat mengherankan, betapa Al Quran Karim maupun berbagai Hadith sama-sama memberikan isyarat yang pasti, bahwa sebagaimana Hadhrat Isa a.s. lahir di Abad Ke-14, atau 13 Abad setelah Hadhrat Musa a.s., begitupula hamba ini yang diutus Allah Ta’ala pada Abad Ke-14.
            Begitupun para waliullah besar ahli kasyaf menyimpulkan, bahwa kedatangan Al Masih Mau’ud terjadi pada Abad Ke-14.
            Kemudian Allah Ta’ala pun mengsiyaratkan yang lebih pasti lagi dalam perkara ini dengan memberiku nama: Ghulam Ahmad Qadiani, yang memiliki nilai bilangan yang sama dengan 1.300.
            Pendek kata, Al Quranul Karim dan berbagai Hadith telah membuktikan, bahwa Al Masih Mau’ud akan ‘datang di Abad Ke-14, di saat meningkatnya perpecahan dan saling mengkafirkan.’
            Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Sheikh [Muhyiddin] Ibnu Arabi menulis, bahwa Al Masih Mau’ud akan lahir kembar dengan seorang bayi wanita.
            Beliau pun menubuatkan, bahwa Al Masih Mau’ud akan berasal dari China; yakni kakek buyutnya pernah tinggal di Jazirah China.
            Dan Arasy Ilahi menzahirkan semua itu; yakni, Masih Mau’ud a.s. [Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani] terlahir kembar dengan seorang bayi wanita, dan nenek moyangnya berasal dari Samarkand, yang masih termasuk ke dalam Jazirah China.
            Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pun bersabda: ‘Sesuai dengan pernyataan Al Quranul Karim bahwa pendakwaanku berdasarkan perintah Allah Taala dapat dibuktikan dengan mengujinya dalam 3 aspek.
            Pertama, didukung oleh pernyataan yang jelas dan qath’i, bahwa pendakwaanku tidak bertentangan dengan Kitabullah [Kitabul Syariah].
            Kedua, berbagai aqidahnya yang intelek, teruji dan saling mendukung;
             Ketiga, berbagai tanda samawi menguatkan pendakwaanku.
            Dan segala pendakwaanku telah teruji oleh ketiga aspek tersebut dan juga dengan ilmu mantiq, logika akal sehat.’
            Beliau a.s. bersabda: ‘Shahih Bukhari menyatakan, Al Masih yang akan ‘datang berbeda penampilannya dibandingkan Al Masih Awal (Hadhrat Isa, a.s..
            Hadhrat Rasulullah Saw melihat dalam satu kasyaf: Al Masih Mau’ud datang’ bertawaf ke Ka’bah, dan Rasulullah Saw bersabda, bahwa kulitnya berwarna kecoklatan dan berambut lurus.
            Sedangkan Al Masih Israili berwarna kulit kemerahan dan berambut ikal.
            Shahih Bukhari pun mencantumkan, bahwa warna kulit Al Masih Muhammadi berwarna coklat muda dan berambut lurus. Sedangkan Al Masih Israili berwarna kulit kemerahan dan berambut ikal.
            Dengan demikian Hadhrat Rasulullah Saw menegaskan, bahwa Al Masih Yang Dijanjikan adalah orang yang lain lagi, dan wa imamukum minkum, yakni akan berasal dan mengimami Kaum Muslimin sendiri.
            Sangat penting pula untuk diingat, Hadhrat Rasulullah Saw tidak hanya mengatakan ada dua Al Masih yang berbeda, namun juga menyampaikan di beberapa tempat, bahwa manakala menyebutkan Al Masih Yang Dijanjikan, beliau pun mengatakan mengenai Dajjal.
            Sebaliknya, beliau tidak menyebutkan sesuatu hal mengenai Dajjal ketika mengatakan tentang Al Masih Israili.
            Hal ini menegaskan bahwa Hadhrat Rasulullah Saw menyampaikan 2 (dua) sosok ‘Isa ibnu Maryam’ [yang berbeda].             Petunjuk penting lainnya adalah: Hadhrat Isa [Israili] a.s. itu berasal-muasal dari Syria yang tidak berkulit kecoklatan. Melainkan, orang India-lah yang kulitnya berwarna coklat.
            Sejarah agama Kristen pun menyampaikan kepada kita, bahwa Hadhrat Isa a.s. tidak berkulit coklat, melainkan kemerahan sebagaimana umumnya orang Syria.
            Jadi, perkataan di dalam berbagai Hadith itu membuktikan, bahwa wujud penampilan Al Masih Yang Dijanjikan akan datang’ itu tidak sama sebagaimana umumnya orang Syria.
            Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pun bersabda: ‘Seandainya kaum Maulwi zamani mau mengakui sejujurnya, bahwa ‘Kasri Salib’ (yakni mematahkan salib dalam arti maknawi, bukan ragawi) adalah tugas seorang Mujaddid Rabbani Abad Ke-14; yang dinisbahkan juga sebagai tugas Imam Mahdi. Maka menjadi jelas, bahwa Mujaddid Zamani Abad Ke-14 itu adalah juga Al Masih Al Mahdi Mau’ud.
            Berbagai kemerosotan akhlak seperti meminum minuman keras [ber-alkohol], perbuatan tuna-susila dan ‘mo-limo’ lainnya semakin marak di Abad Ke-14 ini.
            Meskipun jika dikaji lebih dalam lagi, akan ditemui bahwa sebab-musabab timbulnya berbagai perbuatan buruk tersebut adalah dikarenakan adanya ajaran dogmatis, bahwa darah atau kehidupan seorang manusia telah menebus berbagai dosa manusia lainnya.
            Ini pulalah mengapa sebabnya bangsa Europa [atau bangsa Barat] adalah yang terburuk dalam perbuatan dosa tersebut.
            Dan biasanya, melalui bangsa ini pulalah, bangsa-bangsa lain pun menjadi semakin merasa bebas.
            Sehingga bahkan jika bangsa tersebut banyak yang tewas oleh serangan penyakit atau epidemic, pikiran dan jiwa mereka tidak terusik, bahwa semua itu sangat boleh jadi adalah sebagai adzab atas berbagai perbuatan buruk mereka.
            Ini disebabkan kecintaan kepada Allah sudah tak’ ada, dan pengakuan atas Keagungan-Nya pun telah menghilang dari qalbu mereka.’
            Jadi, berbagai macam bencana alam yang kini tengah menerjang hendaknya  dapat menjadi keprihatinan.
            Kita pun hendaknya banyak-banyak berdoa. Dan mereka yang tak beriman hendaknya mau berpikir.
            Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Kebebasan yang diberikan oleh ajaran Kristen mengenai konsep penebusan dosa telah mengakibatkan kemerosotan akhlak, yang bangsa-bangsa lain pun terpengaruh oleh mereka.
            Kemerosotan akhlak ini seperti penyakit menular.
            Yakni, bila seorang wanita yang baik bergaul dengan para wanita yang tak berakhlak, boleh jadi ia tak akan nyata-nyata melakukan perbuatan buruk, tetapi hatinya akan terpengaruh juga.
            Maka ghairat untuk senantiasa memuliakan dan mencari rahimiyyat Allah Ta’ala akan menyelamatkan insan dari racun pengaruh ajaran Kristen dan menghindari kesesatan faham ‘tuhan’ [Jesus] yang mengalami kematian.
            Dan dikarenakan kemudharatan tersebut telah mencapai puncaknya di Abad Ke-14, maka atas kehendak Allah Taala, Mujaddid Azam Abad Ke-14 itu pun, salah satu tugas besarnya adalah ‘Kasri Salib’.
            Sebab, keberadaan seorang Mujaddid adalah semisal Tabib untuk memberantas penyakit yang tengah merajalela di masyarakat.
            Maka jika ‘Kasri Salib’ ini adalah tugas seorang Al Masih Mau’ud, tentulah Mujaddid Azam Abad Ke-14 yang tugasnya juga ‘Kasri Salib’, dia itu tiada lain adalah Al Masih Al Mahdi juga.
            Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: ‘Lalu timbul pula pertanyaan alami:  Bagaimana dan dengan cara apa Al Masih Mau’ud tersebut melaksanakan tugas ‘Kasri Salib’-nya ?!
            Apakah dengan cara – sebagaimana yang dipercayai kaum Maulwi para penentang kami – dengan kekerasan dan peperangan ?
            Itulah aqidah kaum Maulwi yang sangat keliru; yang jelas-jelas bertentangan dengan tugas Al Masih Mau’ud untuk membatalkan peperangan !
            Melainkan, status beliau adalah justru untuk melenyapkan [kekerasan, peperangan, dan] berbagai kemudharatan ‘sosial tersebut dengan ilmu mantiq akal sehat, berbagai tanda dukungan arasy-Ilahi, dan doa-doa.
            Allah Taala telah mengaruniakan 3 (tiga) sarana tersebut yang terbukti memiliki kekuatan mukjizatnya, yang tak dapat ditandingi oleh pihak lain.
            Dengan cara inilah sesungguhnya tugas ‘Kasri Salib’ dapat dilaksanakan; yang keagungan keberhasilannya dapat disaksikan dengan jelas oleh setiap orang yang memiliki indera [rohani] yang tajam.
            Sehingga, sedikit demi sedikit pintu-pintu gerbang untuk menerima Tauhid pun semakin terbuka.
            Namun, semua pekerjaan tersebut akan rampung secara bertahap. Karena missi Allah Taala pun bersifat bertahap.
            Yakni, sebagaimana Islam pada awalnya dulu berkembang secara bertahap; maka demikian pula di zaman akhirin ini, kemajuannya kembali bertahap sebagaimana dulu.
            Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menulis: ‘Hendaklah senantiasa diingat, makna 'Imamuz Zaman’ mencakup pula derajat Nabiyyin, Rusulin, Muhaddathin dan Mujaddidin.
            Akan tetapi barangsiapa yang tidak diutus Allah Taala untuk memberi hidayah dan tarbiyah bagi umat manusia, dan tak juga ia dikarunia keistimewaan derajat tersebut, meskipun ia seorang waliullah ataupun mufti besar, tetap tak dapat disebut sebagai Imamuz-Zaman.
            Akhirnya kita pun sampai kepada pertanyaan: ‘Jika demikian, siapakah Imam Zamani di zaman sekarang ini, yang seluruh Kaum Muslimin, segenap orang muttaqi, semua ahli kasyaf dan ilham harus mengikutinya ?
            Maka dengan ini aku sampaikan pendakwakanku  tanpa ragu: Dengan karunia dan rahmat Ilahi, Dia telah memberikan semua tanda dan isyarah tersebut bagi diriku, serta mengutusku di awal abad ini, yakni 15 tahun setelah melewati awalnya.
            Aku ‘datang di saat semua ajaran Islam tanpa kecuali, telah melantur ke dalam berbagai macam perbedaan; sebagaimana ketika Hadhrat Isa a.s. ‘datang, berbagai macam akidah yang salah telah menyebar-luas.
            Sedemikian besarnya perbedaan tersebut, sebagian ada yang mempercayai  Hadhrat Isa a.s. masih hidup [di langit], sedangkan sebagian lainnya mengatakan sudah wafat. Sebagian lain mempercayai bahwa beliau akan turun lagi dengan tubuh kasarnya, sedangkan sebagian lain meyakini bahwa hal tersebut adalah permisalan belaka.
            Kemudian sebagian dari mereka itu berpikir, bahwa Al Masih akan turun di Damascus (Syria), tetapi sebagian lain mengatakan di Mekkah, dan ‘ada lagi yang menyatakan di [Baitul Maqdis] Jerusalem.
            Lalu sebagian yang lain mengharap-harap beliau muncul di antara lasykar Kaum Muslimin, sedangkan lainnya menyatakan akan turun di India.
            Maka bagi semua aqidah dan fatwa yang saling berbeda tersebut sangat memerlukan kedatangan seorang Hakam untuk memberikan Keadilan di antara mereka
            Dan aku inilah sang Hakaman-Adalan itu.
            Aku ‘datang untuk ‘Kasri [memecahkan] Salib’ dalam arti rohani, dan melenyapkan berbagai macam perbedaan tersebut.
            Inilah dua ‘alasan utama mengapa diperlukan kedatanganku.
            Meskipun tak perlu bagiku untuk memperlihatkan bukti pendukung lainnya bagi kebenaranku ini – karena semuanya sudah cukup – namun Allah Ta’ala senantiasa menunjukkan berbagai tanda-Nya yang mendukung kebenaranku.
            Oleh karena itu, disebabkan aku adalah Hakam yang memberikan keadilan bagi semua perbedaan aqidah dan fatwa tersebut, begitu pulalah aku ini adalah Hakam bagi perselisihan faham mengenai hidup dan matinya Hadhrat Isa a.s.
            Maka dengan ini aku nyatakan, bahwa aqidah Imam Maliki r.h,; Ibnu Hazmi r.h dan para Mu‘tazilah lainnya mengenai isyarat kuat bahwa Hadhrat Isa a.s. telah wafat adalah benar. Sedangkan pernyataan Ahli-Sunnah lainnya adalah salah.
            Maka sesuai dengan kapasitasku sebagai Hakam, dengan ini aku fatwakan pula, bahwa kaum Ahli-Sunnah tersebut  benar hanya dalam hal konsep dasar mereka mengenai kedatangan Hadhrat Isa’. Sebab, beliau a.s. memang harus ‘datang, namun dalam arti rohani.
            Yakni kekeliruan mereka adalah pengertian ‘turunnya’ secara harfiah, yang seharusnya adalah maknawiyah.
            Adapun persoalan mengenai kematian Hadhrat Isa a.s., para Mu‘tazilah seperti Imam Maliki, Ibnu Hazmi, dan lainnya yang memiliki pandangan yang sama, adalah benar karena sesuai dengan pernyataan yang qath’i dari ayat [Al Quran] yang mubarak ini: ‘…..falammaa tawaffaytani…..’,

yakni, ‘…..akan tetapi setelah Engkau mewafatkan aku.…’ (Q.S. 5 / Al Maidah : 118);
            Yakni, Hadhrat Isa [ibnu Maryam Israili] a.s. mestilah sudah wafat sebelum kaum Kristen menjadi sesat.
            Inilah fatwaku sebagai Hakaman Adalan.
            Maka mereka yang tidak menerimanya berarti tidak menerima Allah Taala yang telah mengutusku sebagai seorang Hakam.
            Jika pun ada yang menyoal: 'Apakah buktinya tuan sebagai seorang Hakam ?'
            Jawabannya adalah: Saat kedatangan bagi seorang Hakaman Adalan telah ditakdirkan-Nya menzahir di sini. Begitupula berbagai kaum yang berfaham keliru mengenai ‘Kasri Salib’ telah di-ishlah oleh sang Hakam ini; hakam berarti memperbaikinya kembali kepada yang haq.
            Berbagai tanda isyarah yang mendukung kebenaran sang Hakam ini telah zahir, dan terus menerus menzahir.
            Langit telah menzahirkan berbagai tanda-Nya; begitupun bumi.
            Maka mubaraklah bagi mereka yang matanya tidak tertutup !’ (‘Dhzaruratul Imam’ / Perlunya ‘Seorang Imam Zaman’, hlm.39–41).
            Beliau a.s. pun menulis: ‘Para penentangku hendaklah menimbang-nimbang dengan hati nurani mereka: Karena aku ini adalah Al Masih Al Mahdi Mau’ud, apakah berhak – hanya demi untuk kekuasaan – terus menerus mencerca dan menghina seorang wujud yang bahkan Hadhrat Rasulullah Saw pun memisalkannya sebagai tangan kanan beliau, dan menyampaikan salam kepada Hakaman Adalan, Imamuz Zaman      dan Khalifatullah-Nya itu ?’
            ‘Maka jauhilah segala sifat ammarah. Melainkan, berpikirlah. Bukan demi untukku, melainkan demi Allah dan Rasulullah Saw: Apakah sikap kalian terhadap pendakwaanku itu benar ?
            Aku tak hendak memperpanjang parkara ini karena perkaraku terhadapmu ini telah digantungkan di langit.
            Yakni, jika aku ini adalah wujud yang sama persis sebagaimana yang dijanjikan Allah melalui lidah aqdas Hadhrat Rasulullah Saw, tentulah dosa kalian bukan terhadapku, melainkan terhadap Allah Swt.
            Seandainya tak tercantum di dalam berbagai Hadith, bahwa ia akan dianiaya dan dicerca, tentulah kalian tak akan berani menganiaya sebagaimana yang telah kalian lakukan. Namun begitulah, semua itu takdir dan sunatullah yang masih tetap dapat ditemukan di dalam berbagai kitab kalian, sehingga kalian pun terbukti bersalah.
            Maka bacalah berbagai kitab kalian itu, yakni dengan terus menerus memfatwakan diriku kafir dan mencerca diriku, maka tiada lain kalian menegaskan diri sebagai kemudharatan terhadap arasy Ilahi, sebagaimana mereka yang telah memfatwakan kafir dan melawan Al Masih [Israili].
            Sejak awal aku telah mengundang kalian, kemudian diulang kembali, agar datanglah kepadaku, sehingga berbagai keraguan pun lenyap; namun tak ‘ada satupun dari kalian yang datang.
            Maka aku mengundang semuanya kepada suatu keputusan akhir, namun tak ‘ada yang mempedulikan.
            Maka dengan ini aku nasehatkan agar kalian ber-istikharah kepada Allah Taala sedemikian rupa disertai dengan linangan air mata. Sehingga Dia pun berkenan untuk membukakan kebenaran petunjuk hidayah-Nya. Namun kalian tak melakukannya, melainkan terus menerus menentangku.
            Maka sungguh benarlah Allah Taala telah meng-ilhamkan tentang diriku: ‘Seorang Nadziir [Pemberi Ingat] telah ‘datang ke dunia; namun dunia tak menerimanya. Tetapi Allah menerimanya dan menolong kebenaran pendakwaannya dengan perkasa.
            Maka, mungkinkah seorang insan yang siddiq dapat dibinasakan ?
            Apakah mungkin seorang insan yang berasal dari Allah Taala dapat dipecundangi ?
            Wahai kalian manusia, janganlah berseteru dengan Allah !
            Ini adalah satu perkara yang Allah telah takdirkan demi untuk kebaikan kalian; demi untuk agama kalian. Maka janganlah meletakkan sesuatu aral apapun yang merintangi di hadapannya.
            Boleh jadi engkau dapat tetap berdiri menantang petir. Namun tak akan sekali-kali sanggup menentang Allah Taala.
            Jika semua ini rekaan buatan tangan manusia, sama sekali tak diperlukan perlawananmu. Sebab, Allah Swt sendiri  yang akan membinasakanku.
            Sungguh malang ! Langit telah menjadi saksi [kebenaran ini], tetapi kalian tak mendengarkannya. Bumi telah menyerukan: Seorang telah diperlukan, Seorang telah diperlukan. Namun kalian tak memperdulikan !
            Wahai kalian yang bernasib malang !  Bangkitlah, dan lihatlah. Kinilah saat-saat yang penuh dengan kesedihan. Islam telah dicampakkan di bawah telapak kaki; dan diperlakukan laksana kriminal. Dianggap sebagai para pendusta. Banyak dituliskan sebagai di antara yang tak suci.
            Lalu, mengapakah ghairat Allah Taala tidak timbul di saat yang demikian itu ?
            Fahamilah, ‘surga telah didekatkan. Saat itu telah dekat, ketika setiap telinga akan mendengar seruan: ‘Aku mawujud !’. (Kitabul-Bariyyah, Ruhani Khaza’in, vol.13, pp. 228-330 – Essence of Islam, Vol.IV, pp.).
            [Next Hadhrat Khalifatul Masih gave the sad news of the passing away of Chaudhry Mubarak Musleh Din Ahmad sahib. He was a long-term server of the Jama’at. He passed away on 16 Maret at the age of 79.   Both his father dan grdanfather were companions of Hadhrat Masih Mau’ud a.s.. He personally dedicated his life in 1949. He took his BSc in 1953 dan in 1956 his MSc in Mathematics from Lahore.           His first service to Jama’at was in Tehreek e Jadid. He then served in Vakalatul Maal, then in a trade organisation of the Jama’at dan then returned to Tehreek e Jadid.
            From 1972 to 2001 he served as Vakeelul Maal dan from 2001 till his death as Vakeelul Taleem.
            His service to the Jama’at spanned 57 years. He leaves behind three sons dan two daughters.
            His wife has also served the Jama’at dan says bahwa he always gave preference to Jama’at work over house work.
            No matter what, he would always seek counsel of the Khalifa of the time.
            He always bersabda bahwa a life-devotee does not ever make any demdan. His children say when growing up he did not ever let them have any feeling bahwa as a life-devotee his means were limited.
            Hadhrat Khalifatul Masih bersabda he worked with Musleh Din sahib for eight years in Vakalatul Maal dan learned a lot from him.
            He was especially skilled in budget making.
            When Hadhrat Khalifatul Masih became the Nazir e Ala, the conduct of Musleh Din sahib who had been his superior until then, became extremely deferential dan after the office of Khilafat his deference was greatly enhanced. May Allah elevate his station !]
oo0O0oo
MAS/LA/ 20130329

Tidak ada komentar:

Posting Komentar