Hadhrat Khalifatul
Masih II r.a.: ‘Mutiara-mutiara Hikmah.’
Disampaikan oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad Atba,
Khalifatul Masih Al-Khamis, di Masjid Baitul Futuh, London UK
Disampaikan oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad Atba,
Khalifatul Masih Al-Khamis, di Masjid Baitul Futuh, London UK
Setelah mengucapkan "Assalamo-Alaikum
wa Rahmatullah", tasyahud, syahadat, ta’awudz, dan tilawat Surah
Al-Fatihah, Hazoor Aqdas Atba melanjutkan Khutbah Jumah beliau mengenai
berbagai hikayat yang meningkatkan akhlak, serta beberapa Dars yang disampaikan
oleh Hadhrat Masih Mau'ud a.s. sebagaimana yang dituturkan oleh Hadhrat Muslih
Mau'ud r.a..
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. suka membacakan berbagai cerita yang dapat meningkatkan akhlak bagi anak-anak beliau.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. suka membacakan berbagai cerita yang dapat meningkatkan akhlak bagi anak-anak beliau.
[Antara lain] Didatangkan-Nya
Banjir Bandang besar [di zaman] Hazrat Nabi Nuh a.s. disebabkan Kaum-nya yang
telah menjadi sangat bejat moral.
Yakni, manakala dosa-dosa suatu
Kaum telah sedemikian melampaui batas dalam pandangan Allah Swt, maka
terjadilah peristiwa sebagaimana di zaman Hazrat Nuh a.s. itu, yakni: Alkisah
ada seekor anak burung [yang masih pi’it] tertinggal sendirian di sarangnya,
kelaparan dan kehausan di atas pohon di ketinggian sebuah bukit. Sementara
karena sesuatu dan lain hal induknya belum juga pulang. Maka anak burung itupun
terengah-engah kepayahan disebabkan dahaganya.
Maka Allah Swt memerintahkan para
malaikat untuk segera menurunkan hujan deras sedemikian rupa sehingga permukaan
airnya dapat mencapai ketinggian anak burung pi’it itu agar ia bisa minum.
Para malaikat berkata, bahwa hujan
deras yang permukaan airnya dapat cepat mencapai ketinggian bukit tersebut sama
artinya akan menenggelamkan dan membinasakan seluruh Kaum yang bermukim di
sekitarnya.
Allah Swt menukas: Aku tak perduli
!
(Dan Dia tidak perduli akan akibatnya.' (QS.91/Al-Shams : 16).
Jadi, begitulah jika suatu Kaum
sudah menjadi pendosa, maka mereka pun sudah tiada artinya dalam pandangan
Allah Taala dibandingkan dengan seekor anak burung.
Jadi, hikmah moralnya: Bila suatu
Kaum sudah sedemikian rupa sesat dari jalan lurus petunjuk hidayah-Nya,
keberadaan mereka dalam pandangan Allah Swt adalah lebih hina dibandingkan
dengan seekor anak burung.
Maka kita pun hendaknya dapat
memeriksa diri: Apakah setelah menerima kebenaran risalah Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. sudah sungguh-sungguh mendahulukan kepentingan agama di atas urusan
duniawi ? Apakah sudah menjauhi segala kemunkaran dengan menjalani hidup taqwa
?
Jika kita pada hakikatnya sudah
mengingkari Allah Swt, maka Dia pun tak akan memperdulikan kita lagi. Situasi
Dunia seperti itulah yang sekarang ini kita saksikan. Di sekian banyak negara:
Baik pemerintahannya maupun rakyatnya sudah tidak memperdulikan lagi hak mereka
masing-masing. Sehingga terjadilah berbagai kerusuhan dan gangguan umum. Bahkan
kalau pun di beberapa negara tidak demikian, masyarakatnya yang berpaling
dari Allah Swt. Juga menghina dan
nenganiaya Asma-Nya. Sudah begitu banyak praktek penyimpangan yang melawan
kodrat alam, malah dilegalisasikan. Maka berbagai bencana alam pun datang silih
berganti disebabkan perbuatan dosa yang sudah merajalela.
Akan tetapi berbagai bencana alam
tersebut barulah sekedar peringatan Ilahi.
Adalah kewajiban Kaum Ahmadi untuk
menyadarkan Dunia: Bila segala sesuatu tidak ditempatkan sebagaimana mestinya,
maka niscayalah Malapetaka Besar pun akan datang mendera.
Begitu banyak dibicarakan
perjuangan untuk hak diri sendiri, yang tak memperdulikan segi bahayanya bagi
pihak lain.
Sedangkan berikut ini adalah suatu
peristiwa singkat yang dapat menginspirasikan Dunia, bagaimana seorang Muslim
haqiqi bertabiat:
Seorang sahabah Hadhrat Rasulullah SAW membawa seekor kuda miliknya untuk dijual kepada seorang Sahabah yang lain; dan ia meminta harga 200 (dua ratus) Dinar.
Seorang sahabah Hadhrat Rasulullah SAW membawa seekor kuda miliknya untuk dijual kepada seorang Sahabah yang lain; dan ia meminta harga 200 (dua ratus) Dinar.
Sahabah itu menyergah: Tak bolehlah
aku membeli kuda ini seharga itu. Seharusnya 2 (dua) kali lipat daripada itu.
Ini karena sangat boleh jadi tuan tak tahu harga pasarannya saat ini.
Sahabah pemilik kuda menjawab: Mana
mungkin pula aku menerima harga kuda yang berlebih daripada yang aku tahu ?
Sedemikian rupanya mereka saling
bersikukuh dengan pendapatnya masing-masing, sehingga mereka pun meminta
seorang Sahabah lainnya yang lebih tahu untuk menengahi kepastian harga kuda
tersebut.
Jadi begitulah kedua orang Sahabah
itu memperlihatkan ghairah ukhuwah Islamiyah mereka.
Begitulah sesungguhnya Islam mengajarkan:
Alih-alih menuntut hak diri sendiri, sebaliknya, justru senantiasa berusaha
untuk memenuhi hak orang lain terlebih dahulu. Setidaknya mendahulukan hak
orang lain dulu.
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a.
bersabda: Kita [kaum Muslimin] ini suka menggunakan berbagai cara yang
ghair-Islami, yakni tidak memenuhi hak orang lain. Contohnya ketika melakukan
aksi mogok kerja yang tidak memperdulikan hak orang lain.
Yakni, pada hari-hari ini para
Dokter junior di UK sedang melakukan aksi mogok kerja sehingga membuat para
pasien menjadi cemas !
Jadi, para Dokter muda tersebut
bukan saja menampik hak pasien untuk mendapatkan perawatan medis, tetapi juga
mempermainkan jiwa mereka !
Pada waktu kunjungan kerja saya ke Jepang ada seorang Pendeta Kristen yang bertanya dengan santun: Apakah pengertian damai [atau peace] itu ? Karena aku belum pernah mendengar jawabannya yang meyakinkan. “
Pada waktu kunjungan kerja saya ke Jepang ada seorang Pendeta Kristen yang bertanya dengan santun: Apakah pengertian damai [atau peace] itu ? Karena aku belum pernah mendengar jawabannya yang meyakinkan. “
Saya menjawab: Islam mengajarkan
untuk memberi orang lain sebagaimana yang diri kita kehendaki sedemikian rupa
sehingga saling memenuhi hak
masing-masing dan menciptakan kedamaian.’
Maka tuan Pendeta itupun
mengatakan, menyukai jawaban tersebut dan penting untuk menciptakan perdamaian.
Baru pertama kalinya ia mendengar jawaban seperti itu.
Begitulah sesungguhnya: Tak mungkin kita dapat meyakinkan Dunia akan keindahan ajaran Islam jika tanpa memperlihatkan prakteknya meskipun harus mengorbankan hak kita.
Begitulah sesungguhnya: Tak mungkin kita dapat meyakinkan Dunia akan keindahan ajaran Islam jika tanpa memperlihatkan prakteknya meskipun harus mengorbankan hak kita.
Seorang Mukmin haqiqi tak akan mau
menerima sesuatu yang bukan haknya.
Adalah sangat disesalkan ada
beberapa kasus pertikaian yang masuk ke Dewan Qadha yang disebabkan satu
saudara menipu sesama saudaranya yang lain. Atau suatu keluarga yang mengelabui
keluarga lainnya.
Suatu kali Hazrat Imam Hussein r.a. dan Hazrat Imam Hassan r.a. berselisih-faham sebagaimana lumrahnya abang dan adik.
Suatu kali Hazrat Imam Hussein r.a. dan Hazrat Imam Hassan r.a. berselisih-faham sebagaimana lumrahnya abang dan adik.
Imam Hassan ini bertabiat halus,
sedangkan Imam Hussain bertemperamen
tinggi. Beberapa orang sahabah menyaksikan perselisihan itu, yakni: Imam
Hussein melontarkan kata-kata bernada tinggi sedangkan Imam Hassan tetap tenang.
Keesokan harinya sahabah tersebut melihat
Imam Hassan berjalan tergesa-gesa ke suatu arah. Maka sahabah itu pun bertanya
hendak ke mana? Beliau menjawab: Mau menemui Imam Hussein untuk meminta maaf.
Sahabah itu terkejut dan berkata:
Aku menyaksikan perselisihan itu. Adalah Imam Hussein yang berkata-kata keras.
Maka seharusnya beliau itulah yang meminta maaf.
Hazrat Imam Hassan menukas: Aku
mengetahui dia itu memang kasar. Oleh karena itulah kini aku terburu-buru untuk
meminta maaf duluan. Sebab aku mendengar Hadhrat Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang terlebih dahulu meminta maaf dalam suatu pertengkaran akan
masuk surga al-Jannah 500 tahun lebih awal dari lawannya.”
Maka apabila dia yang kasar, tetapi
terlebih dulu meminta maaf, tentulah aku ini rugi dua kali. Oleh karena itulah
kini aku terburu-buru untuk meminta maaf. “
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a.
meriwayatkan, bahwa beliau mendengar Hadhrat Masih Mau'ud a.s. suatu kali
pernah menyampaikan cerita menarik ini: ‘Ada seorang pria yang pergi ke tempat
pemandian sauna ala Turki, Hammam. Sang Pemilik telah menugaskan berbagai kiat
pelayanan kepada para pegawainya. Karena sesuatu dan lain hal hari itu sang
Pemilik tak berada di lokasi. Ketika pria pelanggan itu akan memulai tahap
membasahi kepalanya, para pegawai itu pun berkelahi memperebutkannya sambil
saling meneriaki: Ini adalah kepalaku !
Tidak, ini kepalaku !
Perkelahian itu semakin sengit
hingga salah satu di antara mereka tertikam. Polisi pun berdatangan memeriksa
dan memprosesnya hingga ke Pengadilan. Para pegawai pemandian tersebut tetap
bersikukuh tentang hak mereka atas kepala pelanggan itu. Kemudian Hakim pun
bertanya kepada si pelanggan yang menyadari bahwa para pegawai tersebut telah
berbuat sesuatu yang naif; dan lebih terkejut lagi dengan Persidangan yang
mempertanyakan kepalanya, yang dijawabnya dengan sengit: Ya betul ini memang
kepala milikku sendiri; bukan milik siapapun !
Jadi, Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
suka mengulang cerita ini untuk mengingatkan betapa sia-sianya memperebutkan
harta duniawi itu !
Yakni, bila seorang Muslim telah
menyatakan bahwa dirinya adalah ‘abdullah’ (atau seorang abdi-Allah) artinya ia
telah menanggalkan segala hak dan keinginannya, karena telah menjadi milik
Allah Swt.
Al Qur'an Karim pun menyebut
Hadhrat Rasulullah SAW sebagai Abdullah, yakni:
'…ketika hamba Allah berdiri untuk
berdo’a kepada-Nya…' (QS. 72/Al-Jin : 20).
Jadi, Al Qur'an menekankan mukminin
haqiqi adalah mereka yang berserah diri kepada Allah dengan jiwa, raga dan
hartanya. Pada kedua-aspek inilah manusia tertuju.
Maka hal ini menunjukkan agar kita
jangan sampai bertikai hanya dikarenakan kedua-hal tersebut yang adalah milik
Allah Swt.
Mukminin sejati hendaklah berjuang
keras untuk mencapai cita-citanya. Akan tetapi juga tak perlu banyak protes,
seperti: Mengapa orang-orang ini diberi jabatan kepengurusan ? Mengapa orang
itu tidak ?!
Atau mengatakan: Kami tak akan
bermakmum di belakang orang itu.
Semua itu adalah yang Hadhrat
Muslih Mau'ud r.a. telah katakan: Setengah orang boleh jadi mengatakan: Kini
orang-orang semacam itu sudah tidak ada lagi. Tetapi kenyataannya berbagai
kritik semacam itu tetap ada dilontarkan oleh setengah orang.
Di zaman Hazrat Muslih Mau'ud r.a.
masih banyak para Sahabah Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang hadir dan biasa
mengoreksi orang ketika diperlukan.
Sekarang ini kita semakin menjauh
dari Zaman itu, sehingga perlu semakin perhatian dan berhati-hati. Perlu lebih
menyadari lagi bagaimana caranya menjadi para abdillah haqiqi. Menanggalkan
segala sifat egoisme. Berusaha keras untuk mencapai tahap ridha Ilahi.
Manakala beberapa keputusan perlu dibuat yang bertentangan dengan suara terbanyak, maka terdengarlah beberapa perkara [protes] semacam itu.
Manakala beberapa keputusan perlu dibuat yang bertentangan dengan suara terbanyak, maka terdengarlah beberapa perkara [protes] semacam itu.
Kini adalah tahun Pemilihan
[Pengurus] Jama'at baru. Maka perlu mengoreksi cara berpikir dan menggunakan
hak suara dengan benar, serta menerima berbagai keputusan yang telah dibuat.
Baru-baru ini kepengurusan Lajnah
Imaillah di suatu negara telah dilakukan. Namun ada seorang wanita dari Jama'at
tersebut yang menyurat kepada saya: Mengapa wanita-wanita itu diberi jabatan, sedangkan
wanita ini tidak ?
Maka hendaknya kerjasama perlu
diberikan kepada siapapun yang telah diberi amanat.
Mukminin haqiqi senantiasa mencoba dan berusaha menyelesaikan tugas kewajibannya dengan sebaik-baiknya; dan alih-alih mengandalkan orang lain, ia pun ikut terjun langsung menanganinya. Hanya dengan cara itulah berbagai tugas pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun suka menceriterakan Kisah fabel: Seorang Berpunya dan Langar Khanahnya: Banyak orang miskin yang mendapat makan setiap harinya. Tetapi sayang salah-urus dan tidak diawasi sebagaimana mestinya; para pegawainya pun tak jujur. Bagian pembelian membeli bahan atau barang yang harganya lebih mahal, dan jumlahnya pun kurang dari kebutuhan yang seharusnya, belum lagi yang mereka bawa pulang ke rumah. Begitupula Bagian Dapur yang suka mendahulukan sanak-keluarga mereka atau untuk diri mereka sendiri. Gudang tempat penyimpanan bahan-bahan dibiarkan terbuka sehingga serombongan anjing dan serigala malam sering datang memakan dan merusaknya. Sehingga akhirnya sang Pemilik terjerat hutang besar yang baru diketahuinya setelah 20 (dua puluh) tahun salah-urus. Tetapi ia tak ingin menutup Langar Khanahnya itu. Maka ia pun berkonsultasi dengan beberapa temannya tanpa menyampaikan berbagai kelemahannya sendiri. Oleh karena itu mereka pun hanya merujuk kepada Gudang yang dibiarkan terbuka sehingga sekawanan anjing liar bebas memasuki dan menggasaknya. Pasang saja sebilah pintu, tentulah akan banyak menekan kerugian, kata mereka.
Mukminin haqiqi senantiasa mencoba dan berusaha menyelesaikan tugas kewajibannya dengan sebaik-baiknya; dan alih-alih mengandalkan orang lain, ia pun ikut terjun langsung menanganinya. Hanya dengan cara itulah berbagai tugas pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun suka menceriterakan Kisah fabel: Seorang Berpunya dan Langar Khanahnya: Banyak orang miskin yang mendapat makan setiap harinya. Tetapi sayang salah-urus dan tidak diawasi sebagaimana mestinya; para pegawainya pun tak jujur. Bagian pembelian membeli bahan atau barang yang harganya lebih mahal, dan jumlahnya pun kurang dari kebutuhan yang seharusnya, belum lagi yang mereka bawa pulang ke rumah. Begitupula Bagian Dapur yang suka mendahulukan sanak-keluarga mereka atau untuk diri mereka sendiri. Gudang tempat penyimpanan bahan-bahan dibiarkan terbuka sehingga serombongan anjing dan serigala malam sering datang memakan dan merusaknya. Sehingga akhirnya sang Pemilik terjerat hutang besar yang baru diketahuinya setelah 20 (dua puluh) tahun salah-urus. Tetapi ia tak ingin menutup Langar Khanahnya itu. Maka ia pun berkonsultasi dengan beberapa temannya tanpa menyampaikan berbagai kelemahannya sendiri. Oleh karena itu mereka pun hanya merujuk kepada Gudang yang dibiarkan terbuka sehingga sekawanan anjing liar bebas memasuki dan menggasaknya. Pasang saja sebilah pintu, tentulah akan banyak menekan kerugian, kata mereka.
Maka ia pun memerintahkan seorang
tukang untuk memasang pintu di Gudangnya itu.
Ketika malam tiba dan sekawanan
anjing dan serigala malam itu mendatangi Langar Khanah, mereka pun mulai
melolong dan menangis seolah tak ada lagi tempat untuk bersantap bagi seluruh
kawanan mereka di daerah tersebut.
Maka tampillah seekor anjing tua
dari antara mereka menenangkan, bahwa: Sang Pemilik yang membiarkan Langar
Khanahnya dikorup selama 20 (dua puluh) tahun tentulah tak akan berpikir apakah
pintu itu ada kuncinya atau tidak; maka kalian pun mestilah tetap dapat
menggasaknya.
Jadi, aspek moral dari cerita ini adalah: Banyak perbedaan dari antara berbagai kemungkinan yang memerlukan penanganan segera, bila dikerjakan atau tidak dikerjakan.
Jadi, aspek moral dari cerita ini adalah: Banyak perbedaan dari antara berbagai kemungkinan yang memerlukan penanganan segera, bila dikerjakan atau tidak dikerjakan.
Yakni, kawanan anjing dan serigala-malam
itu melolong dan menangis, karena: Gudang bahan makanan itu sudah tertutup
pintu !
Tetapi seekor anjing tua
menenangkan mereka: Bagaimana jika ternyata pintu baru itu tidak berkunci ?
Mengapa harus bersusah hati ?
Cerita anak-anak lainnya yang Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. masih ingat adalah Kisah ‘Lampu Aladdin” !
Cerita anak-anak lainnya yang Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. masih ingat adalah Kisah ‘Lampu Aladdin” !
Yakni, Aladdin adalah orang miskin
yang pada suatu hari menemukan sebuah ‘Lampu Wasiyat’. Ketika ia
menggosok-gosok dan membersihkannya: Muncullah sesosok Jin, yang akan memenuhi
segala keinginan Aladdin.
Hazrat Muslih Mau'ud r.a.
menuturkan: Ketika aku masih kanak-kanak, aku pikir Lampu Aladdin itu memang
nyata. Tapi setelah dewasa tak percaya. Namun setelah usiaku separuh baya,
terpikir kembali, sesungguhnya ada suatu fenomena hikmah tarbiyah di dalam
hikayat tersebut: Yakni, Lampu Aladdin itu tidak bekerja dikarenakan adanya
sesuatu minyak. Melainkan harus dengan usaha dan kerja keras.
Siapapun yang dikaruniai Lampu
semacam ini oleh Allah Swt: Keinginannya akan menjadi kenyataan !
Ini berdasarkan fakta, bahwa usaha
dan kerja keras adalah Sifat-sifat Ilahi sebagaimana pernyataannya: Kun fayakun !
Yakni, [Sesungguhnya ucapan Kami berkenaan dengan sesuatu, apabila Kami
menghendakinya, Kami hanya berkata kepadanya] 'Jadilah', maka jadilah ia.’
Jadi, begitupula jika kita itaat
mengikuti perintah Allah Swt, dan menyesuaikan diri dengan berbagai kaidah yang
telah ditetapkan-Nya. Kemudian bekerja keras atas apa yang telah
diperintahkan-Nya itu, banyak berdoa kepada-Nya dan memohon nushrat pertolongan-Nya yang khas, maka
bila ia berucap: Kun fayakun, maka
terjadilah itu !
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a.
meriwayatkan: Di masa kecil aku percaya kepada keajaiban Lampu Aladdin; tetapi
pudar ketika menginjak usia dewasa. Namun, setelah berusia-baya dan mengalami
berbagai macam peristiwa kehidupan, aku pun menyadari, bahwa Hikayat Aladdin
[dengan Lampu-nya] itu adalah nyata. Akan tetapi juga sebagai perlambang, yakni
Lampu tersebut menekankan perlunya usaha dan kerja keras, yang apabila terus
menerus dilakukan - seberapa besar pun cita-cita dan keinginan - akhirnya akan
terjadi juga. Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. bersabda: Setengah orang menginginkan
sesuatu tepat pada waktunya, tetapi tidak terjadi. Ini disebabkan keinginannya
itu setengah hati, dan nihil dari berbagai syarat yang diperlukan untuk
menzahirkannya. Sehingga tetap saja hanya sebatas menjadi cita-cita dan pikiran
belaka.
Hal ini khususnya lagi terjadi pada
perkara mendirikan Salat.
Banyak orang mengatakan, bahwa ia
akan mengerjakan Salat dengan dawam; tetapi ternyata tidak.
Itulah jika tidak memanfaatkan
berbagai potensi diri, dan tak juga memohon pertolongan Allah Taala, tentulah
tak akan terjadi sesuatu. Tak mungkin pula orang sungguh-sungguh menginginkan
sesuatu dan ia tak dapat mengerjakannya.
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. menyampaikan: Ketika usia anak-anak aku suka mendengarkan berbagai cerita, lalu tertawa; meskipun padahal ada pesan moralnya. Dan si Pengarang menganalogikannya dengan kondisi kaum Muslimin sekarang.
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. menyampaikan: Ketika usia anak-anak aku suka mendengarkan berbagai cerita, lalu tertawa; meskipun padahal ada pesan moralnya. Dan si Pengarang menganalogikannya dengan kondisi kaum Muslimin sekarang.
Yakni: Ada seorang pembantu rumah
tangga yang pada Bulan Puasa biasa membangunkan keluarga majikannya untuk makan
Sahur, sedangkan ia sendiri tidak berpuasa. Maka majikan perempuan itu
berpikir: PRT ini bersusah-payah bangun sejak dini hari hanya untuk menyiapkan
makan Sahur keluarganya. Sedangkan dia sendiri tidak berpuasa. Maka mengapa
kami harus menyusahkannya ?
Lalu ibu ini pun memerintahkan sang
pembantu itu agar tidak perlu membangunkan. Sebab ia sendiri yang akan
menyiapkan segala sesuatunya.
PRT itu menukas: Aku ini tidak mengerjakan
Salat. Tak pula berpuasa. Jika aku tak makan Sahur tentulah aku ini menjadi
orang kafir ?! Begitulah ilustrasi
keadaan Kaum Muslimin; yang juga suka hanya menghadiri Salat Jumatul Wida (Shalat
Jumat terakhir) di bulan Ramadan.
Adalah pandir orang yang berpikir:
Mengerjakan satu Salat itu saja sudah cukup.
Padahal Salat Lima Waktu adalah
wajib bagi seluruh orang Muslim yang sudah aqil baligh; dan bagi kaum prianya
wajib Salatul Qaimah berjamaah.
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. meriwayatkan: Aku mendengar dari Hadhrat Masih Mau'ud a.s., bahwa: Manakala seorang Raja atau Pembesar berkunjung ke suatu tempat selalu diiringi dengan para pengawalnya, dan mereka tak perlu permisi kepada tuan rumah yang dikunjungi.
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. meriwayatkan: Aku mendengar dari Hadhrat Masih Mau'ud a.s., bahwa: Manakala seorang Raja atau Pembesar berkunjung ke suatu tempat selalu diiringi dengan para pengawalnya, dan mereka tak perlu permisi kepada tuan rumah yang dikunjungi.
Pendek kata, setiap Pemimpin Besar
selalu diikuti oleh para pengawal dan beberapa orang penting lainnya.
Begitulah, kata beliau a.s.:
Seberapa pun rendahnya tingkat perkembangan rohani kita, berusahalah sedemikian
rupa untuk menghubungkan diri dengan para malaikat. Sehingga kemana pun mereka
pergi kita pun ikut bersamanya. Kita akan dikategorikan sebagai pembantu
mereka. Sehingga manakala mereka menembus kalbu dan pikiran manusia, kita pun
akan termasuk di dalamnya.
Kekuatan kita berada di dalam daya
kerohanian kita. Agar daya kerohanian tersebut semakin meningkat, kita perlu
berhubungan erat dengan para malaikat. Sehingga, kemanapun Nur-Ilahi mengarah,
kesitu pulalah kita berada.
Maka, Hazrat Khalifatul Masih Atba mengingatkan: Agar senantiasa mengingat tujuan utama kita berkumpul, baik di dalam Jalsah ataupun Ijtema, ialah untuk memperoleh peningkatan kerohanian.
Maka, Hazrat Khalifatul Masih Atba mengingatkan: Agar senantiasa mengingat tujuan utama kita berkumpul, baik di dalam Jalsah ataupun Ijtema, ialah untuk memperoleh peningkatan kerohanian.
Jika kita tekun memelihara tujuan
utama ini, maka para malaikat pun akan membantu.
Mukminin haqiqi adalah mereka yang
senantiasa beramal shalih; yang selalu berupaya untuk meningkatkan amalan
shalihannya dengan semakin rendah hati dan banyak beristighfar.
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. bersabda: Sahabah Hadhrat Rasulullah SAW meriwayatkan, bahwa: Manakala beliau Saw berdo’a [dalam sujud] terdengar suara-suara seperti air yang sedang mendidih di dalam periuk.
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. bersabda: Sahabah Hadhrat Rasulullah SAW meriwayatkan, bahwa: Manakala beliau Saw berdo’a [dalam sujud] terdengar suara-suara seperti air yang sedang mendidih di dalam periuk.
Hazrat Muslih Mau'ud r.a. bersabda:
Tanamkanlah sifat maksum dan muttaqi. Jangan cemari dengan unsur-unsur
ketidak-jujuran yang akan menggerayangi seberapa pun shalihnya amalan itu.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. suka
menjadi keheranan: Mengapa orang-orang yang pulang dari Hajji kalbu mereka
semakin keras dan takabur dibandingkan sebelumnya. Ini disebabkan banyak di
antara mereka yang tidak memahami haqigat beribadah Hajji; melainkan hanya
bangga telah melaksanakannya.
Kemudian beliau pun suka
menceriterakan suatu peristiwa menarik dalam kaitan ini; yakni: Pada suatu
petang yang dingin ada seorang wanita tua yang sedang menunggu kereta di sebuah
Stasiun. Tak disadari, selendang selimutnya ada yang mencuri. Ketika ia merasa
kedinginan dan berusaha untuk membetulkan selendangnya itu barulah ia sadar:
Selimutnya telah hilang.
Keruan saja ia berteriak: Bang
Haji, selimutku cuma satu-satunya itu. Tolonglah kembalikan, karena aku sangat
membutuhkannya !
Pak Haji yang duduk di dekat wanita
tua itu mendengar dan tersipu malu segera mengembalikannya sambil bertanya:
Bagaimana kamu tahu aku yang mengambilnya ?!
Wanita itu menjawab: Dalam kondisi
seperti ini, aku tahu hanya seorang Haji-lah yang tega-teganya berbuat seperti
itu.
Jadi, begitulah jangan sembarangan
beranggapan sudah berniat dan beramal shalih. Sebab keyakinan itu datang
sebagai karunia dari Allah Swt; bukan semata-mata hasil dari apa yang kita
kerjakan.
Maka senantiasalah ingat aspek
karunia Allah Taala ini.
Yakni, para pencahari yang tidak
memperdulikan pintu lain selain pintu Allah Swt, akan menarik karunia-Nya.
Sepanjang masih berfokus kepada
Allah, maka akan selamat. Tetapi jika kita meninggalkan pintu-Ilahi, maka
seberapapun besarnya niat atau amalan yang kita kerjakan, tak akan tercapai.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun suka menceriterakan suatu Kisah di zaman Hadhrat Khalifah Abu Bakar r.a., atau Hadhrat Umar r.a.: Seperangkat perhiasan telah hilang dicuri dari rumah beliau r.a..
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun suka menceriterakan suatu Kisah di zaman Hadhrat Khalifah Abu Bakar r.a., atau Hadhrat Umar r.a.: Seperangkat perhiasan telah hilang dicuri dari rumah beliau r.a..
Maka seorang abdi-dalam pun
berteriak-teriak memberitakan barang hilang serta menyumpahi pelakunya yang
sedemikian nekad mencuri di rumah seorang Khalifah pilihan Allah. Semoga Allah mengutuknya
!
Ringkas cerita, akhirnya perhiasan
tersebut ditemukan berada di Toko Pegadaian milik seorang Yahudi. Maka ia pun
menyebutkan nama si abdi-dalam yang menggadaikannya.
Jadi, kata-kata kutukan ataupun
pernyataan itaat yang hanya di mulut, tak ada guna; yang penting adalah
kenyataannya.
Yakni, orang yang sesumbar itaat
itu boleh jadi adalah munafik kabir.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. meriwayatkan: Suatu kali berjangkitlah Wabah Cholera. Ada seseorang yang setengah pingsan di saat pemakaman orang yang tewas terkena wabah. Ini karena mereka itu membunuh dirinya sendiri, katanya. Yakni, sudah tahu sedang ada wabah cholera tetapi mereka tidak berhati-hati dalam hal makanan, alias rakus. Ada seseorang yang sesumbar berkata: Lihatlah aku hanya makan sepotong roti, tetapi mereka sedemikian rupa tamaknya, sehingga merekapun mati bergelimpangan. Keesokan harinya ada lagi yang dikuburkan. Orang pun bertanya-tanya: Siapa yang meninggal ? Salah seorang yang sedang menderita, bersusah payah menjawab: Dia adalah orang yang makan hanya sekerat roti itu.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. meriwayatkan: Suatu kali berjangkitlah Wabah Cholera. Ada seseorang yang setengah pingsan di saat pemakaman orang yang tewas terkena wabah. Ini karena mereka itu membunuh dirinya sendiri, katanya. Yakni, sudah tahu sedang ada wabah cholera tetapi mereka tidak berhati-hati dalam hal makanan, alias rakus. Ada seseorang yang sesumbar berkata: Lihatlah aku hanya makan sepotong roti, tetapi mereka sedemikian rupa tamaknya, sehingga merekapun mati bergelimpangan. Keesokan harinya ada lagi yang dikuburkan. Orang pun bertanya-tanya: Siapa yang meninggal ? Salah seorang yang sedang menderita, bersusah payah menjawab: Dia adalah orang yang makan hanya sekerat roti itu.
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a.
mengatakan: Apa gunanya mendakwakan sesuatu yang hampa seperti yang dilakukan
orang itu ?
Sesungguhnya, kita dapat
menyampaikan sesuatu yang Allah Taala telah nyatakan. Contohnya adalah:
'
‘Allah telah menetapkan: 'Aku dan
rasul-rasulKu pasti akan menang…' (QS 58/Al-Mujadalah : 22).
Yakni, jika ada orang yang
menyatakan, bahwa ia akan menghabisi kita, adalah bukan perkara kekuatan
pribadiku. Aku tak dapat berkata apa-apa.
Tetapi jika ia mengaitkannya dengan
[Jama'at] Ahmadiyah, bagaimanapun juga
ia tak akan berhasil, karena Ahmadiyah inilah yang pasti akan menang.
[Jamaah] Kita lebih memiliki kepastian dizahirkannya Janji-janji Ilahi dibandingkan kepastian kehidupan pribadi kita. Yakni, Ahmadiyah pasti akan menang, baik itu di zaman kehidupan kita, ataupun nanti. Maka ketaqwaan adalah syarat utama untuk menjadi bagian dari Kemenangan itu.
[Kemudian] Hadhrat Masih Mau'ud a.s. sering menyampaikan: Cinta seorang ibu adalah yang paling istimewa dalam menggambarkan makna kecintaan.
[Jamaah] Kita lebih memiliki kepastian dizahirkannya Janji-janji Ilahi dibandingkan kepastian kehidupan pribadi kita. Yakni, Ahmadiyah pasti akan menang, baik itu di zaman kehidupan kita, ataupun nanti. Maka ketaqwaan adalah syarat utama untuk menjadi bagian dari Kemenangan itu.
[Kemudian] Hadhrat Masih Mau'ud a.s. sering menyampaikan: Cinta seorang ibu adalah yang paling istimewa dalam menggambarkan makna kecintaan.
Beliau a.s. menulis: Di satu pihak
sesosok bayi menangis-nangis sedemikian rupa karena kelaparan dan kehausan, di
pihak lain, sang ibu pun terpengaruh jiwa dan raganya oleh tangisan dan
rintihan anaknya itu, sehingga menghasilkan air susu di dadanya.
Begitupula setiap pencahari
ma’rifat Ilahi hendaklah menzahirkan penderitaan dahaga dan kelaparan
rohaninya, sehingga susu rohaniahnya datang memuaskan dahaga rohaniahnya.'
(Essence of Islam, Vol. II, p. 263 - Barahin-e-Ahmadiyya, Part V, Ruhani
Khaza'in, vol. 21, p. 34).
Jadi, berusahalah untuk itu dengan sebaik-baiknya dengan sepenuh ikhlas. Tidak dengan cara yang munafik.
Jadi, berusahalah untuk itu dengan sebaik-baiknya dengan sepenuh ikhlas. Tidak dengan cara yang munafik.
Kembalilah kepada Salat dan berdo’a dengan sebanyak-banyaknya.
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a. telah
menyerukan Jama'at untuk rajin berpuasa nafal. Saya pun telah menyerukan hal
ini sejak beberapa tahun yang lalu, dan beberapa Jama'at masih melakukannya.
Yakni, sekurang-kurangnya
kerjakanlah 40 (empat puluh) kali berpuasa tiap seminggu sekali [hingga akhir
tahun]. Disiplin Salat [berjamaah] dilaksanakan; ditambah dengan Salat Nafal.
Juga banyak bersedeqah.
Di beberapa tempat Jama'at
mengalami banyak penganiayaan. Jika kita merintih dihadapan Allah Swt, maka
sebagaimana tangisan bayi yang menghasilkan air susu ibu, begitupula-lah
bantuan dan nushrat pertolongan Allah Swt akan turun dari langit sebagaimana
yang telah terjadi di masa-masa yang lalu.
Hadhrat Muslih Mau'ud r.a.
bersabda, bahwa tiada kekuatan di tangan kita untuk melenyapkan berbagai
kesulitan; seperti berbagai hinaan lisan maupun tulisan terhadap diri Hadhrat
Aqdas Masih Mau'ud a.s. yang tak ada yang sanggup membaca atau mendengarkannya.
Tak ada tempat untuk menuntutnya. Pihak berwewenang pun tak ambil perduli. Di
masa lalu, setidaknya tak banyak diundang-undangkan yang menentang kita. Tetapi
di Pakistan sekarang banyak Undang-undang yang menganiaya kaum Ahmadi. Berbagai
Pengadilan cenderung menghukum orang Ahmadi. Maka sekarang ini sangat
diperlukan jeritan dan rintihan dihadapan Allah Swt, khususnya lagi untuk kaum
Ahmadi di Pakistan dan juga di beberapa tempat lainnya.
Maka kembalilah kepada Allah Taala
dengan sepenuh ikhlas. Dirikanlah Salat Nafal. Perbanyaklah sedeqah; dan
berpuasalah.
Tak ada cara lain selain menarik
Sifat Rahimiyat-Nya.
Semoga Allah Swt memberi taufiq
kepada kita untuk berdo’a sedemikian rupa yang dapat mengguncangkan
singgasana-Nya ! Amiin !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar