Siddiq dan Kadhdhzab
Disampaikan oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad Atba,
Khalifatul Masih Al-Khamis, di Masjid Baitul Futuh, London UK
Disampaikan oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad Atba,
Khalifatul Masih Al-Khamis, di Masjid Baitul Futuh, London UK
Setelah mengucapkan "Assalamo-Alaikum wa Rahmatullah", tasyahud, syahadat, ata’awudz, dan
tilawat Surah Al-Fatihah, Hazoor Aqdas Atba bersabda: ‘Masih di zaman kehidupan
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. disampaikan oleh salah seorang pembicara di dalam
suatu Pidato Jalsah Salanah bahwa perbedaan risalah Hadhrat Masih Mau'ud [Imam
Mahdi] a.s. dengan Kaum Muslimin
lainnya, hanyalah: Jika mereka masih mempercayai Hadhrat Isa a.s. naik ke
langit, sedangkan kita meyakini, bahwa beliau a.s. sudah wafat secara wajar.
Penyampaian tersebut tidak cukup
menegaskan maksud dan tujuan diutusnya Hadhrat Masih Mau'ud a.s.; sehingga
meskipun sedang menderita sakit, beliau sempatkan juga untuk berpidato [pada
tahun 1905] yang menjelaskan perkara ini dengan panjang lebar.
Beliau a.s. bersabda, bahwa: Risalah kedatanganku ini tidaklah hanya sekedar menegaskan perkara kehidupan dan kematian Hadhrat Isa a.s. saja, melainkan berkaitan juga dengan berbagai macam masalah [kehidupan] lainnya.’
Beliau a.s. bersabda, bahwa: Risalah kedatanganku ini tidaklah hanya sekedar menegaskan perkara kehidupan dan kematian Hadhrat Isa a.s. saja, melainkan berkaitan juga dengan berbagai macam masalah [kehidupan] lainnya.’
Kemudian beliau a.s. pun
menerangkan dengan rinci beberapa perkara yang menyebabkan kemunduran Kaum Muslimin,
yang untuk memperbaikinya itulah beliau diutus. Dan salah satu di antaranya
adalah menjauhi kadhdhzab kedustaan.
Sebaliknya, menjunjung tinggi siddiqiyah
kejujuran.
Beliau a.s. menasehati Jama'at
agar senantiasa meningkatkan standard kesidikan mereka, karena sekedar menerima
kedatangan beliau saja tidaklah cukup.
Maka, manakala pesan nasehat Hadhrat Masih Mau'ud a.s. ini yang dipancar-luaskan sesuai dengan perkataan beliau [melalui Khutbatul Jumah ini], bagi mereka yang belum mencapai standard siddiq sebagaimana yang diserukan, hendaklah menyadarinya.
Al Quran Karim menyatakan:
Maka, manakala pesan nasehat Hadhrat Masih Mau'ud a.s. ini yang dipancar-luaskan sesuai dengan perkataan beliau [melalui Khutbatul Jumah ini], bagi mereka yang belum mencapai standard siddiq sebagaimana yang diserukan, hendaklah menyadarinya.
Al Quran Karim menyatakan:
[yang artinya] 'Dan orang-orang yang tidak memberikan
kesaksian palsu,...(Q.S. 25 / Al Furqan : ayat 73). Syirik (menyekutukan Tuhan)
dan kadhdhzab kedustaan dicantumkan bersama-sama
di dalam Al Quran Karim untuk menyatakan, bahwa perbuatan kadhdhzab dusta adalah dosa besar sebagaimana berlaku syirik !
Suku kata bahasa Arab word الزور 'zuur'
(sumpah palsu) yang digunakan di dalam ayat ini adalah juga merujuk kepada kadhdhzab kedustaan.
Jadi, mencakup dusta,
menyekutukan Tuhan, menghadiri kumpulan atau tempat kadhdhzab kedustaan didengungkan, musik, laghwi sia-sia, mengejar sesuatu yang hampa, dlsb.
Sedangkan jamaah Ilahi tidak akan
berdusta, tidak mengunjungi berbagai tempat yang dipenuhi dengan kadhdhzab kedustaan, laghwi yang sia-sia ataupun kemusyrikan
dilakukan; tak pula mereka memberikan kesaksian palsu.
Maka, mereka yang berusaha
menghindari semua situasi dan kondisi seperti itulah yang disebut mukminin
haqiqi. Pada Pidato beliau itu, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mengatakan, bahwa
penyebab pertikaian di kalangan Kaum Muslimin adalah cinta dunia. Seandainya
keridhaan Allah Taala yang menjadi tujuan utama mereka, niscayalah dengan
mudahnya mereka dapat memahami aqidah
yang paling benar di antara berbagai macam firqah,
untuk kemudian diikuti dan menjadi bersatu. Sebab, bagaimana mungkin
orang-orang yang tidak mengikuti jejak sunnah Hadhrat Rasulullah SAW dapat
disebut sebagai Muslim ? Padahal Allah Swt telah menyatakan:
Katakanlah, Jika kamu mencintai
Allah, maka ikutilah aku: kemudian Allah pun akan mencintaimu dan mengampuni
dosa-dosa kamu...' (QS.3/Al-Imran : 32).
Jadi, alih-alih mendahulukan
kepentingan duniawi, bisakah mengikuti sunnah Hadhrat Rasulullah SAW ? Apakah
beliau itu bersifat duniawi ? Mempraktekkan riba ? Mendahulukan dunia diatas
agama ?
Hendaklah semua itu direnungkan
dalam-dalam. Sunnah Rasulullah SAW hendaknya diikuti dengan berbagai cara yang
dapat mengundang karunia Allah Taala !
Para Sahabah Hadhrat Rasulullah
SAW sungguh telah mengikuti jalan lurus tersebut sehingga Allah Swt pun meng-inqilaab kehidupan mereka. Menjadi jauh
dari berbagai perkara duniawi.
Maka bandingkanlah keadaanmu
dengan mereka, apakah anda telah mengerjakan apa yang mereka amalkan ? Setengah
orang berpikir tak mengapa memberikan kesaksian palsu di Pengadilan demi
sedikit uang. Maka dapatkah para pengacara mengatakan bahwa semua saksi yang
mereka datangkan bisa dipercaya ?
Maka kondisinya kini sudah
menjadi rapuh.
[Begitulah cara mereka dalam
menentang Jamaat]. Yakni, tidak hanya para saksi palsu yang ditampilkan;
perkaranya pun as-pal. Bahkan berkas-berkasnya pun diada-adakan. Sehingga tak
ada lagi kebenaran dalam segala sesuatunya.
Maka, mereka yang mengatakan
risalah [Hadhrat Imam Mahdi a.s.] ini tak diperlukan; katakanlah: Bukankah
risalah itu pula yang dibawakan oleh Hadhrat Rasulullah SAW ?
Allah Taala mengkategorikan kadhdhzab kedustaan sebagai sama dosanya
dengan kemusyrikan, sebagaimana dinyatakan-Nya:
'…maka jauhilah kenajisan
berhala, dan jauhilah ucapan-ucapan dusta,...' (QS.22/Al-Hajj : 31).
Yakni, sebagaimana kedustaan yang
meninggalkan Tuhan; begitulah kemusyrikan. Mereka yang menutup kejujuran
mengandalkan kadhdhzab kedustaan.
Inilah mengapa sebabnya Allah Taala mengaitkan kemusyrikan dengan kedustaan.
Sebagaimana para musyrikin yang mencari selamat dengan perantaraan para berhala
mereka, begitulah mereka yang mengandalkan kadhdhzab
kedustaan berusaha mengatasi permasalahannya. Setengah orang mempertanyakan:
Bagaimana mungkin kita dapat meninggalkan kadhdhzab
kedustaan, yang adalah mustahil !
Tetapi Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
telah menyatakan, bahwa hanya kejujuranlah yang dapat mengarahkan jalan ke
keberhasilan; sebagaimana contoh pengalaman pribadi beliau a.s. ini: Seorang
Pengacara Kristen yang bernama Ralya Ram mengajukan tuduhan perkara atas diri
Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: Bahwa beliau a.s. telah mengeposkan naskah sebagai
Barang Cetakan ke sebuah Perusahaan Percetakan tetapi di dalamnya ada amplop
surat yang ditujukan kepada Manager-nya berisi berbagai instruksi
pengerjaannya. Berdasarkan Peraturan Pos & Giro, adalah terlarang
memasukkan sepucuk surat ke dalam pos yang disebutkan sebagai ‘Barang Cetakan’.
Pelakunya dapat dikenakan sanksi hukuman 500 (lima ratus) Rupees [sekira Rp.5
juta sekarang]; atau 6 (enam) bulan penjara.
Namun Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
tidak mengetahui akan hal ini.
Ringkasnya, seketerimanya paket
pos tersebut, pengacara Ralya Ram ini melaporkannya ke Pejabat P.N Pos yang
berwewenang. Maka tuntutan hukum pun diajukan atas diri Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. yang sebelumnya telah mendapat mimpi, bahwa Ralya Ram ini mengirim seekor
ular berbisa, namun Hadhrat Masih Mau'ud a.s. malah menggorengnya, lalu
mengirimkannya kembali.
Ketika akhirnya perkara itu akan
disidangkan, Pengacara beliau
menasehati: Satu-satunya jalan agar lolos dari jeratan hukuman tersebut adalah
menyangkali tuduhan itu; sebaliknya, katakanlah: Ralya Ram itulah yang berbuat
untuk menyusahkan beliau a.s.. Namun Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menolak nasehat
tersebut dengan mengatakan: Aku memang melakukannya. Oleh karena itu aku tak
akan menyangkal.
Sang pengacara menyergah: Kalau
begitu tuan tak akan dapat menyelamatkan diri.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menjawab: Lihat sajalah nanti. Aku tak akan mundur untuk berkata jujur.
Maka tibalah hari persidangan itu. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. tampil dihadapan seorang Hakim Inggris.
Maka tibalah hari persidangan itu. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. tampil dihadapan seorang Hakim Inggris.
Pertama-tama, ia bertanya: Apakah
benar, tuan memasukkan sepucuk surat ke dalam paket pos Barang Cetakan ?
Beliau a.s. menjawab: Betul !
Tetapi aku tidak mengetahui, bahwa hal itu melanggar peraturan. Tak juga
berniat mengelabui untuk merugikan pemerintah. Tidak memaksudkan surat tersebut
sebagai bagian yang terpisah dari paketnya.
Maka Allah Taala pun mengubah
hati sang Hakim. Ia condong memihak kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s..
Meskipun Jaksa terus-menerus
berusaha menyampaikan tuntutannya dengan panjang lebar, namun Hakim pun
seringkali menggugurkannya dengan berkata: Tidak !
Kemudian ia pun membebaskan
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dari segala tuduhan.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
bersabda: Bagaimana pula aku dapat mengatakan tak ada jalan lain selain
mengucapkan dusta. Padahal sesungguhnya tiada jalan lain selain dengan
menyampaikan kejujuran.
Maka manakala aku teringat
peristiwa itu, timbulah kelezatan di dalam diriku, bahwa dengan mentaati
perintah Allah, maka Dia pun memberikan ganjaran pahala-Nya sedemikian rupa
sehingga menjadi [monumen] tanda kebenaran-Nya !
'… Dan barangsiapa bertawakkal
kepada Allah — maka niscaya Dia memadai baginya…' (QS.65/Al-Talaq : 4).
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Tak ada yang lebih buruk selain kadhdhzab kedustaan.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Tak ada yang lebih buruk selain kadhdhzab kedustaan.
Orang-orang duniawi berkata,
bahwa mereka yang berkata benar justru akhirnya mendapat hukuman.
Bagaimana mungkin aku dapat
menerima pendapat tersebut jika aku telah mengalami 7 (tujuh) kali tuntutan
Pengadilan yang tak satu pun aku menggunakan kadhdhzab kedustaan; dan dengan karunia Allah Taala tidak pernah
kalah.
Yakni, bagaimana mungkin Allah
Taala tidak melindungi orang yang siddiq !
Maka jika ada setengah orang yang
masih juga kena hukuman karena berkata jujur, hal itu bukanlah karena
kelurusannnya, melainkan disebabkan adanya beberapa dosa atau keburukan
tersembunyi yang hanya Allah Taala yang mengetahuinya.
Contohnya: Alkisah ada seorang
majikan yang memukuli kokinya hanya dikarenakan bumbu masakannya tak sedap.
Ketika ia diingatkan, bahwa
tindakannya itu dhzalim, ia mengatakan: Karena sang koki itu sudah lama bekerja
dan dipelihara dengan baik [tetapi terus saja begitu].
Begitulah, jika berbagai
kesalahan kecil sudah menumpuk, maka akhirnya terkena hukuman juga.
Mereka yang senantiasa bersikap siddiq tidak akan pernah dihinakan karena mereka berada di dalam lindungan Allah Taala’.
Mereka yang senantiasa bersikap siddiq tidak akan pernah dihinakan karena mereka berada di dalam lindungan Allah Taala’.
Amal kebaikan yang hanya
kadangkala saja tidaklah masuk hitungan. Melainkan, sebelum mempraktekkan amalan shalihan yang terbaik tak akan
diperoleh berbagai buahnya yang diinginkan. Pelaksanaan yang asal-asalan saja,
tidak disenangi Tuhan.
Maka adalah salah bila ada
setengah orang yang mengatakan bahwa kedustaan tak dapat dipungkiri. Hal itu
hanyalah bayangan ketakutan mereka sendiri sebagai akibat kurangnya penglihatan
rohani dan berbagai kedhoifan diri.
Orang yang hanya
menyambung-nyambungkan beberapa potong kain secara kasar, tentulah tak dapat
dikatakan sebagai penjahit. Tak dapat pula diharapkan dapat menjahit kain
sutera halus.
Amal perbuatan yang tercemari tak
akan memperoleh hasil.
Sebaliknya, Allah Taala tak akan
menyia-nyiakan amalan shalihan
sekecil apapun yang dilakukan dengan sepenuh ikhlas, yakni:
[yang artinya] 'Maka barangsiapa
beramal kebaikan seberat zarah pun, ia akan melihat hasilnya,' (QS.99/Al-Zilzal
: 8).
Jadi, bila suatu amal kebaikan
tidak membuahkan hasilnya, itu dikarenakan kurangnya keikhlasan. Sebab,
keikhlasan adalah syarat utama untuk berbuat amalan shalihan, yakni:
[yang artinya]'…dengan
mengikhlaskan keitaatan kepada-Nya…' (QS.7/Al-Araf : 30).
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menyampaikan nasehat ini dengan susah payah. Yakni, beliau ingin mengembalikan fakta selain akidah datang atau tidak datangnya Hadhrat Isa a.s. dengan tubuh kasarnya; yang lebih penting adalah membebaskan diri dari sikap syirik. Jangan sampai berbuat Syirik meskipun secara halus dengan menekankan tegaknya kejujuran dan menjauhi kadhdhzab kedustaan. Maka setiap Ahmadi hendaknya mawas diri sudah sejauh mana dirinya sudah sesuai dengan yang diharapkan.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menyampaikan nasehat ini dengan susah payah. Yakni, beliau ingin mengembalikan fakta selain akidah datang atau tidak datangnya Hadhrat Isa a.s. dengan tubuh kasarnya; yang lebih penting adalah membebaskan diri dari sikap syirik. Jangan sampai berbuat Syirik meskipun secara halus dengan menekankan tegaknya kejujuran dan menjauhi kadhdhzab kedustaan. Maka setiap Ahmadi hendaknya mawas diri sudah sejauh mana dirinya sudah sesuai dengan yang diharapkan.
Apakah kadhdhzab kedustaan digunakan dalam Perkara Pengadilan ? Atau
berdusta demi mendapatkan sesuatu harta ? Tak jujur atau tidak ber-qaulan sadidan dalam awal perjodohan ?
Apakah ber-kadhdhzab kedustaan demi
untuk memperoleh tunjangan sosial dari pemerintah ?
Banyak orang yang terperosok
pikiran negatif dalam kaitan ini. Termasuk pernyataan penghasilan yang tak
jujur demi untuk mendapatkan tunjangan negara, termasuk penipuan pajak.
Hendaklah difahami bahwa setiap
pemerintahan mengalami banyak permasalahan disebabkan semakin kurangnya
pemasukan. Bila pun kini ada yang belum terkena, niscaya akan terjadi di waktu
mendatang. Sehingga mereka pun akan memotong tunjangan kesejahteraan dan sosial
lainnya dalam waktu dekat ini.
Maka dampak negatif apapun yang
terjadi dalam kaitan ini, tidak hanya akan menyulitkan orang per orang, tetapi
juga mencemarkan nama Ahmadiyah.
Maka bagi mereka yang suka
menggunakan kadhdhzab kedustaan untuk
berbagai tujuan tersebut, segeralah lenyapkan keuntungan duniawi sesaat dari
pikiran anda. Berusahalah untuk menarik keridhaan Allah Swt dengan cara
menghindari keburukan tersebut dengan gaya hidup secukupnya.
Ingatlah pula agar kadhdhzab kedustaan ini juga jangan
digunakan dalam permohonan asylum.
Para Pengacara memang selalu akan
menekankan demikian. Tetapi ingatlah apa yang telah dinasehatkan oleh Hadhrat
Masih Mau'ud a.s..
Demikian pula para anggota
Pengurus Jama’at hendaknya mawas diri: Apakah laporannya itu benar. Boleh jadi
mereka tidak berdusta. Tetapi apakah sudah sungguh-sungguh ber-qawlan sadidan, atau tidak diragukan
kebenarannya.
Berbagai materi persoalan
hendaknya diselesaikan dengan jiwa taqwa. Jauhkan dari kepentingan pribadi dan
sikap egoisme dan takabur. Semata-mata
takutlah kepada Allah Taala.
Bila pun bukan perkara pengadilan,
ingatlah sabda Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: Pangkal semua keburukan itu adalah
ungkapan cinta dunia ! Dan hal ini mengarahkan kepada perpecahan dan
pertikaian. Keharmonisan dan persatuan di dalam Jamaat menjadi pudar.
Setidaknya, satu golongan tertentu di dalam Jama’at menjadi hilang. Persatuan
yang ditegakkan oleh kedatangan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun menjadi hilang.
Terpecahnya Islam menjadi
berbagai macam firqah adalah akibat
cinta dunia, yang bahkan menjadi lebih terpecah-belah lagi. Begitulah jika satu
keburukan muncul, maka menimbulkan berbagai macam keburukan lainnya.
Sebagai orang Ahmadi, kita
memiliki tanggung jawab yang besar; dan orang Ahmadi yang sejati adalah mereka
yang mengikuti contoh uswatun hasanah
Hadhrat Rasulullah SAW.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Hendaklah senatiasa diingat, barangsiapa telah menjadi milik Allah Taala, maka Allah Taala pun menjadi miliknya. Dan tak ada yang dapat mengelabui-Nya.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Hendaklah senatiasa diingat, barangsiapa telah menjadi milik Allah Taala, maka Allah Taala pun menjadi miliknya. Dan tak ada yang dapat mengelabui-Nya.
Adalah sungguh bodoh orang yang
menyangka dapat mengesampingkan Allah Taala dengan cara berpura-pura. Hal itu
tiada lain adalah menipu diri sendiri.
Kecintaan dan ketamakan kepada
duniawi adalah akar dari segala kemunkaran.
Adalah orang yang buta rohani
yang membuatnya lupa akan perikemanusiaan. Tak sadar akan perbuatannya dan apa
yang seharusnya.
Penyebab utama kerusakan di Dunia
Muslim adalah dosa cinta dunia sedemikian rupanya sehingga ketika bangun dan
saat tidurnya pun tak memikirkan lagi apa yang akan terjadi setelah
kematiannya.
Mereka hanya khawatir dan waspada
akan disiplin waktu pekerjaannya, tetapi lalai dalam hal ibadat kepada Allah
Taala. Ini dikarenakan kalbunya yang telah kosong dari keagungan
sifat Allah
Taala.
Oleh karena itu senantiasalah
takut kepada Allah. Dia itu memang mengabaikan banyak kesalahan kita. Tetapi
manakala saatnya tiba, azab-Nya pun
keras mendera, sebagaimana dinyatakan ini:
‘Dan Dia tidak takut akan akibatnya.'
(QS.91/Al-Shams : 16). Kemudian mereka yang ingin kembali kepada Allah dan
mendapatkan qurb-Ilahi suka ingin
serba cepat tercapai. Tak menyadari bahwa perkara keimanan menuntut kesabaran
dan ketawaqalan yang luar biasa.
Umumnya manusia bekerja siang dan
malam demi mendapatkan berbagai tujuan duniawinya. Menunggu bertahun-tahun
lamanya untuk melihat berbagai hasilnya. Tetapi dalam urusan rohani, mengapa
pula mereka tiba-tiba ingin menjadi seperti seorang waliullah; yang hanya
dengan sekali hembusan nafasnya mengalami ketinggian langit rohani tanpa harus
bersusah payah, tanpa berbagai ujian dan rintangan ? Padahal, peningkatan
ruhani itu sesungguhnya tahap demi setahap; dan tidak akan mendatangkan
keridhaan Allah Taala jika hanya berupa ucapan saja, sebagaimana
dinyatakan-Nya:
‘Apakah manusia menyangka, bahwa
mereka akan dibiarkan berkata, “Kami telah beriman”, dan mereka tidak akan
diuji ?’ (QS.29/Al-Ankabut : 3).
Jadi, setiap karunia Ilahi itu
menuntut upaya kerja keras. Namun, Islam tidak memerlukan syarat yang
memberatkan sebagaimana para pendeta atau bhiksu [yang tak berkeluarga],
kemudian dikatakannya sebagai jalan Ilahi ! Ajaran Islam hanyalah:
'Sungguh beruntunglah orang yang
mensucikan dirinya,' (QS.91/Al-Shams : 10), Yakni, meninggalkan setiap bentuk bid’ah dholalah, nafsu syahwat, dan
mementingkan diri sendiri,
Semoga kita dapat berubah dalam praktek kehidupan kita. Memahami pentingnya kejujuran dan mendahulukan kepentingan agama di atas urusan dunia.
Setelah bai'at, semoga tidak hanya di bibir
saja; melainkan sungguh-sungguh memahami maksud dan tujuan haqiqi diutusnya
Hadhrat Masih Mau'ud a.s., dan berusaha sebaik-baiknya untuk mengikuti uswatun hasanah Hadhrat Rasulullah SAW,
serta mendahulukan keridhaan Allah Taala di atas segalanya.’ Kemudian Hazoor
Aqdas Atba mengumumkan akan mengimami Salatul
Janazah Ghaib untuk tuan Kassim Touré Sahib, mubaligh kita di Jama’at Ivory
Coast yang meninggal dunia pada tanggal
25 Januari yang lalu. Almarhum adalah juga seorang Musi yang
mengkhidmati missi Jama'at sejak tahun 1986; antara lain adalah sebagai
penerjemah Khutbatul Jumah ini ke dalam bahasa Joomla Semoga kita dapat berubah dalam praktek kehidupan kita. Memahami pentingnya kejujuran dan mendahulukan kepentingan agama di atas urusan dunia.
(transl.MAS/Wasayya&DiyafatJamaatLA-W
/02082016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar