Hadhrat Khalifatul Masih II r.a.:
Mutiara-mutiara Hikmah
Disampaikan oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad Atba,
Disampaikan oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad Atba,
Khalifatul Masih Al-Khamis, di Masjid Baitul
Futuh, London UK
Setelah mengucapkan
"Assalamo-Alaikum wa Rahmatullah", tasyahud, syahadat, ata’awudz, dan
tilawat Surah Al-Fatihah, Hazoor Aqdas Ayyadahullahu Taala Binashrihil Aziz
bersabda: Pada beberapa kali Khutbatul Jumah belakangan ini saya telah
menyampaikan berbagai ceritera pendek dan fabel
(dongeng dari dunia fauna) yang mengandung pesan moralnya, yang Hazrat Muslih
Mau'ud r.a. masih ingat sebagaimana disampaikan oleh Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
kepada beliau.
Berbagai kisah lama dari India di
zaman Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang dituturkan kembali ini, seandainya tidak
dituliskan di dalam literatur Jama'at niscayalah akan sudah lama terlupakan.
Namun, berkat disampaikannya kembali di dalam Khutbatul Jumah ini, berbagai
riwayat itupun diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Sebagian dari kisah ini boleh
jadi nampak jenaka, tetapi tetap ada pesan akhlaknya.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. suka
menyampaikan kisah ini: Ada seorang isteri seorang tukang kebun yang memiliki
dua anak perempuan yang sudah menikah. Satu orang dengan keluarga perajin
keramik, sedangkan yang satunya lagi dengan keluarga perajin pertamanan (gardener).
Setiap kali langit semakin
mendung, ibu ini menjadi sedemikian panik dan berkata kesana-kemari: Salah satu dari dua anak perempuanku pasti
akan menjadi kesusahan !
Ketika orang-orang bertanya:
Mengapa ?
Ia menjawab: Karena jika hujan
turun, anakku yang menikah dengan keluarga perajin keramik akan menderita.
Tetapi jika tidak ada hujan, anakku yang menikah dengan keluarga perajin
pertamanan-lah yang akan kesusahan. Yakni, hujan akan merusak tanah-liat bahan
keramik anakku yang pertama. Tapi jika tidak ada hujan, berbagai macam tanaman
pertamanan anakku yang kedua akan terkena dampaknya.
Begitulah, sebagaimana dituturkan
oleh Hadhrat Masih Mau'ud a.s., bahwa: Ada dua orang Qadian yang berperkara.
Teman-teman mereka sudah berusaha untuk mendamaikannya. Tapi kedua-belah pihak
tetap bersikeras untuk membawa perkaranya ke Pengadilan pemerintah Inggris.
Keduanya sama-sama pengikutku; dan satu persatu mereka datang memohon do'a
kepadaku.'
Menghadapi hal yang dilemmatis
ini, akupun mendoakan: Semoga yang benar mendapatkan kemenangan.
Yakni, menghadapi permohonan doa
seperti itu laksana kisah seorang ibu dengan dua orang anak perempuannya
tersebut; yang menjadi sedemikian gelisah jika hujan ataupun kemarau tetap saja
akan berdampak kepada salah seorang di antara mereka. Salah satu dari antaranya
harus rugi total !
Maka hendaknya janganlah
berpikir, sebagaimana di zaman kehidupan Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
diperbolehkan membawa perkara ke Pengadilan, maka sekarang pun demikian.
Melainkan, mencari keadilan memang dibenarkan, akan tetapi akan senantiasa lebih afdhol jika dapat menempuh
jalan damai [win-win solution] di
luar Pengadilan pemerintah [melainkan, melalui Dewan Qadha].
Hazrat Muslih Mau'ud r.a. bersabda: Memuliakan dan berbuat baik kepada
orang tua adalah wajib bagi setiap insan. Namun, setengah orang muda tidak
melaksanakannya. Yakni, jika mereka sudah menduduki suatu jabatan penting
sedikit saja, maka mereka pun menjadi malu jika harus bertemu dengan orang tua mereka
yang papa.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menuturkan kembali suatu kisah: Ada satu orang tua Hindu yang bekerja
banting-tulang demi pendidikan tinggi anak laki-lakinya. Sehingga akhirnya,
anaknya itupun menjadi pegawai negeri dan berhasil menduduki suatu jabatan
tinggi.
Suatu kali, sang Bapak ini
berkunjung ke Kantornya yang ketika itu sedang bersama-sama dengan para sejawat
pengacara dan ahli-hukum lainnya; sedangkan sang Bapak berpakaian lusuh dan
seadanya, sehingga salah-satu dari antara mereka itu menunjukkan ketidak-sukaan
dan bertanya-tanya: Siapa pula orang tua yang kusut-masai ini ?
Maka sang anaknya itupun menjadi
tersipu-sipu malu dan berusaha menutup-nutupi yang membuat sang Bapak menjadi
marah, mencampakkan pakaiannya, lalu pergi.
Namun, sebagian besar orang-orang
terhormat itu tidak terpengaruh oleh sikap sang anak. Mereka berkata:
Seandainya tuan berterus-terang orang tua itu adalah ayahanda tuan, tentulah
kami pun akan memuliakannya.'
Kemudian, Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. suka menasehati, bahwa: Janganlah menghadiri sesuatu Majlis [Talim] hanya
dikarenakan ketenaran pembicaranya. Melainkan, cermatilah topik pembahasannya
dan hikmah apa yang dapat diperoleh.
Hal ini terkait dengan satu
kisah: Pada suatu hari ada seorang ulama yang berceramah sedemikian rupa
panjangnya. (compassion). Cobalah tuan
katakan mengenai isi ceramahku yang membuat diri tuan tergundapatg.
Sang petani menjawab: Baru
kemarin ini seekor anak sapi-ku mati dengan mengeluarkan suara yang sama
seperti tuan. Sehingga akupun menjadi sedih, teringat dan menangis karenanya.'
Jawaban itu membuatnya
tersipu-sipu malu sekali dan jatuh harkatnya.
Adalah semata-mata berkat karunia
Allah Taala kita mendapat taufik untuk menerima kebenaran Hadhrat Masih Mau'ud
a.s.. Jika tidak, tentulah kita pun boleh jadi akan terbenam dalam duniawi yang
dikuasai oleh para Pir [Paranormal] yang hidup dalam serba kecukupan dengan
mengatas-namakan Islam. Dan beliau a.s. suka mengingatkan kita mengenai mereka
yang menganggap dirinya tinggi rohani itu.
Yakni: Suatu hari Pir itu
mendatangi satu orang pengikutnya untuk menagih iuran wajib. Namun, ia
mengelak, bahwa: Karena sedang musim paceklik, kering kerontang; tak ada lagi
yang dapat kuberikan. Akan tetapi Pir ini tetap memaksa, hingga petani itupun
harus menjual sesuatu barang miliknya agar bisa membayar.
Hazrat Muslih Mau'ud r.a.
meriwayatkan, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan, bahwa: Al Quranul Karim
itu telah mencantumkan semua kaidah pengobatan, dan juga therapy untuk berbagai
penyakit duniawi.
Hazrat Muslih Mau'ud r.a.
berkata: Boleh jadi ilmu rohaniku belum mencapai taraf kesempurnaan. Akan
tetapi dapat aku dakwakan dengan haqul
yaqin, bahwa kita ini tak memerlukan hal lain lagi di luar Al Quranul
Karim.
Namun, ada setengah orang yang
berpikir, bahwa setelah merasa cukup memperoleh sesuatu ilmu, tak perlu lagi
pengalaman prakteknya; atau, berbagai
pendapat lain yang berkaitan dengan ilmunya.
Padahal, adalah sangat vital
untuk diingat bahwa pengalaman praktek yang berkaitan dengan ilmu yang dimiliki
adalah sangat penting.
Seorang sarjana ilmu kedokteran
belumlah sempurna jika ia belum mempraktekkannya [selama 2-3 tahun].
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun
suka menyampaikan kisah ini: Suatu hari ada seorang tabib akademisi berprestasi
tinggi datang ke kantor istana Maharaja Ranjit Singh dan bertemu dengan
penasehat Muslim beliau agar ia dapat merekomendasikan sang Maharaja untukt
berkonsultasi dengan dirinya.
Namun, sang Penasehat Raja merasa
bimbang dan khawatir: Bila sang Tabib ini sedemikian berpengaruh terhadap sang
Maharaja, niscayalah harkatku akan menurun.'
Akan tetapi, ia sampaikan juga
kepada sang Raja, bahwa ia boleh berkonsultasi dengan sang Tabib itu.
Namun, Maharaja Ranjit Singh
berkata: Jaiz, tetapi apakah dia itu
berpengalaman di bidangnya ?
Sang penasehat menjawab: Ia akan
mendapat pengalaman dengan berpraktek atas diri Sri Baginda.'
Maka Maharaja Ranjit Singh pun
memahami situasi ini. Ia berkata: Apakah Ranjit Singh ini 'kelinci percobaan'
terakhir bagi serial pengalamannya ? Kalau begitu kasih saja Sertifikat
Penghargaan yang dia inginkan, lalu persilahkan pergi.'
Jadi, begitulah bila ilmu tidak
ditunjang dengan pengalaman, tidak membuat seseorang menjadi ahli di bidangnya.
Dan orang yang berpikiran bahwa ia sudah ahli karena sudah menguasai ilmunya,
tentulah akan diperlakukan sebagaimana oleh Maharaja Ranjit Singh itu.
Maka, adalah juga sangat penting
untuk kemajuan Jama'at secara keseluruhan: Kaum muda kita segera berusaha untuk
mendapatkan pengalaman praktek atas ilmu yang dikuasainya. Sebab, sebagian
permasalahan hanya dapat dipecahkan atas dasar pengalaman yang baik.
Kemudian, setelah menerima
kebenaran Ahmadiyah, kita dapat menjaga keimanan kita dengan cara menjaga
hubungan yang kuat dan terpelihara dengan Nidzham Jama'at dan Khilafat, dengan
cara memanfaatkan berbagai sarana yang tersedia, meskipun secara geografis berjauhan fisik.
Hazrat Muslih Mau'ud r.a. bersabda: Jika tak ada kemajuan dalam
pekerjaan Jama'at, boleh jadi disebabkan kurangnya keterikatan dengan sumber
utama (Markaz).
Contohnya adalah di zaman
kehidupan beliau a.s. ketika surat-kabar
menjadi sarana komunikasi.
Sebagaimana aku dapat juga
menyampaikan Pidato-ku ke Bagian Kaum Wanita melalui system pengeras suara (loudspeaker) ketika Jalsah, maka
begitulah fungsi surat-kabar Jama'at yang dapat menjaga keterkaitan para
anggota yang jauh jaraknya dari Jama'at.
Dan Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
suka mengingatkan, bahwa surat-kabar Al Hakm dan Al Badr adalah merupakan
kepanjangan dari kedua-belah tangan beliau. Yakni, di zaman itu surat-kabar
Jama'at tersebut sangat populer di kalangan para anggota. Meskipun Jama'at baru
terdiri dari beberapa Cabang, tetapi sirkulasi penjualan surat-kabar Al Badr
luar biasa.
Bahkan beberapa orang Ahmadi yang
buta huruf pun membelinya untuk kemudian meminta tolong orang lain untuk
membacakannya, sebagai sarana tabligh.
Yakni, ada seorang Ahmadi buta
huruf yang berprofesi sebagai kusir delman selalu membeli surat-kabar Al Hakam.
Manakala ia merasakan bahwa penumpangnya adalah orang baik-baik, ia pun akan
meminta tolong untuk membacakan Al Hakam itu [selama dalam perjalanan]. Dengan
demikian ia pun berhasil memperkenalkan Islam Ahmadiyah kepada para
penumpangnya. Sehingga, walaupun buta huruf, selama hidupnya itu, beliau
dikenal sebagai orang yang paling banyak menghasilkan Bai'at.
Kini, zaman telah banyak berubah,
semakin banyak sarana komunikasi yang mudah didapatkan.
Pertama, setiap Ahmadi haruslah
membiasakan diri menonton siaran MTA yang berfaedah untuk tarbiyyat pribadi
maupun memper-erat hubungan dengan Khilafat.
Kemudian, beritahukanlah
teman-teman anda mengenai keberadaan website Jama'at, www.alislam.org.
Semakin banyak orang yang
menulis, bahwa sejak mereka rajin menonton siaran MTA, yakni sekurang-kurangnya
memirsa siaran langsung Khutbatul Jumah, keimanan merekapun meningkat; dan
hubungan dengan Jama'at semakin menguat.
Ringkasnya, MTA dan website
Jama'at sudah menjadi sarana yang ampuh untuk pertablighan dan tarbiyyat Kaum
Ahmadi; serta ikatan hubungan dengan Khilafat maupun dengan Jama'at.
Ada setengah orang yang perlu
senantiasa diingatkan mengenai diri mereka, khususnya lagi mengenai pentingnya
Salat.
Yakni, mereka itu menjadi lalai
disebabkan pergaulannya dengan mereka yang juga lalai. Oleh karena itu, adalah
sangat penting untuk mempererat hubungan dengan seorang insan yang berkekuatan
rohani (Khalifah Waqt).
Perhatian akan hal ini khususnya
bagi kaum Ahmadi di Rabwah dan juga di Qadian. Keduanya memiliki berbagai
Jama'at Lokal yang cukup berdekatan. Maka haruslah memakmurkan Masjid-masjid
yang tersedia.
Beberapa orang luar negeri yang
mengunjungi Rabwah menyampaikan: Perlu perhatian khusus mengenai Salat berjamaah di Masjid-masjid Rabwah.
Menjelaskan keniscayaan sekawanan
orang dapat berdampak kepada satu sama lain, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menuturkan:
Suatu kali ada seorang tak-waras memegang erat tangan Galen (seorang tabib
Yunani ternama). Ketika ia melepaskannya kembali, Galen pun meminta untuk
menoreh-periksa darah orang itu. Ia bertanya: Mengapa ?
Galen menjawab: Karena caramu
memperlakukan-ku menunjukkan gejala orang yang maniak [tak waras].
Maka, alih-alih bergaul dengan
orang yang suka melalaikan kewajiban
Salat, perbanyaklah bergaul dengan mereka yang berdisiplin sehingga
jumlahnya meningkat. Lalu, mereka yang lalai pun akan tertarik kepada mereka
yang rajin.
Suatu kali, ada seseorang yang
ikut hadir di suatu Majlis Irfan Hadhrat Masih Mau'ud a.s., yang mengatakan
bahwa ia akan menerima kebenaran beliau a.s. bila dapat memperlihatkan sesuatu
mukjizat.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menjawab: Allah Taala itu bukan sesuatu
yang akrobat ataupun seni pertunjukkan. Segala sesuatu yang berasal dari Allah
itu sudah sarat dengan hikmah.
Lalu faedah apa yang tuan
dapatkan dari berbagai mukjizat sebelumnya, sehingga kini memerlukan yang lain
lagi ?'
Jadi, hal seperti itu tiada lain
adalah sikap keras hati; yang jika sudah tidak mau menerima kebenaran,
merekapun mengikuti langkah Syaitan dan menuntut sesuatu yang sia-sia dan tiada
guna dalam pandangan Allah Taala maupun Rasul-Nya. Padahal sudah begitu banyak
Tanda-tanda Ilahi bagi mereka yang bertaqwa.
Ketika Hazrat Muslih Mau'ud r.a.
mencanangkan Gerakan Tahrik Jadid (Gerakan Baru), ada setengah orang yang
mengajukan keberatan karena merujuk kepada kata 'Jadid' (Baru), sehingga boleh
jadi merupakan sesuatu yang bid'ah.
Beliau r.a. menjelaskan bahwa,
gerakan ini faktanya adalah suatu Gerakan yang sudah ada sejak dahulu kala ;
tak ada yang baru.
Adapun penggunaan kata 'Jadid'
atau Baru adalah semata tujuannya yang khas.
Permisalannya adalah sebagai
berikut: Ketika seorang dokter mengobati seorang pasien sedemikian lama,
tentulah ia akan merasa pengobatannya itu tidak mujarab. Maka dokter itupun
akan mengatakan kepada pasiennya: Baiklah kalau begitu aku akan beri suatu obat
yang baru.'
Padahal, kenyataannya hanya
menambahkan satu unsur baru saja pada obat-obatan yang lama, tapi ia dapat
meyakinkannya sebagai obat yang baru.'
Kemudian, suatu kali ada seorang
wanita lanjut usia yang datang kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dengan keluhan
sakit malaria yang berkepanjangan. Maka beliau pun menyarankan untuk minum
tablet kina. Tetapi ia mengeluh: bilapun
hanya meminum seper-empat tablet, malah menjadi demam seminggu.
Maka Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
pun menyadari, bahwa wanita ini enggan
minum tablet kina (pahit).
Di India, tablet kina ini
mempunyai nama dan konotasi lain yang khas.
Maka Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
pun menasehati serta mengingatkan wanita itu pada suatu nama obat lain agar
diminum yang isinya tiada lain adalah kina yang sama. Dan dengan senang hati
wanita itu mau meminumnya, yang dilaporkan kemudian sudah sembuh hanya dengan 2
atau 3 tablet saja.
Hazrat Muslih Mau'ud r.a. bersabda: Begitulah halnya dengan nama
Gerakan [Tahrik] yang sebenarnya sudah ada sejak dahulu kala [zaman para
anbiyya], yang di zaman kini disandangkan dengan nama 'Baru' (Jadid). Tetapi
ada setengah orang yang mengritik, bahwa aku telah mencanangkan sesuatu hal
yang baru !
Jadi, mereka yang bekecenderungan
munafik mengatakan, bahwa suatu 'bid'ah'
baru sudah diperkenalkan, sedangkan ajaran Hadhrat Rasulullah SAW
ditinggalkan.'
Kemudian, di zaman kehidupan
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. ada seorang pengemis yang suka mangkal di jalan
seputar Qadian. Jika ia melihat ada
orang yang berjalan ke arah dirinya, ia pun akan meminta-minta dengan sejumlah
uang tertentu; yang jika semakin dekat semakin turun jumlahnya hingga orang itu
melintasi dirinya...(from a little
distance he would start his bid dan beg a certain amount. As the person
approached him, the pengemis would bring his bid down dan gradually lower it
still as the person passed him dan walked off in the other direction).
Hazrat Muslih Mau'ud r.a. bersabda: Maka, mereka yang mengkhidmati
Jama'at hendaknya juga berpola-pikir seperti itu demi untuk memperoleh sesuatu.
Yakni, bila awalnya mereka itu masih dalam tahap belajar, tetapi setahap demi
setahap dengan usaha dan upaya menjadi meningkat.
Laksanakanlah berbagai tugas dan
kewajiban dengan mengacu kepada hasilnya. Yakni, jika bahkan urusan duniawi pun
ada suatu tolok ukur hasilnya, bagaimana mungkin urusan moral dan spiritual tak
ada parameternya ?
Mereka yang berpikiran keliru
berkata: Kerjakan saja sebisanya, hasilnya serahkan pada Allah Taala.
Artinya, mereka itu berpendapat:
Kerjakanlah sebaik mungkin, Allah Taala tidak bersama kita.
Betapa naifnya pikiran semacam
itu, yakni: Menisbahkan berbagai kedhoifan dan ketidak-mampuan diri kepada
Allah Taala.
Padahal, sudah menjadi
sunatullah: Apapun yang kita kerjakan niscaya akan terjadi.
Akan tetapi, keniscayaan baik
atau buruknya itu tergantung kepada pelaksanaannya dari pihak kita.
Yakni, dengan usaha dan kerja
keras, hasilnya ada di tangan kita. Maka yang diperlukan adalah berusaha keras
untuk mendapatkan hasil yang telah ditentukan. Jangan pernah berhenti sebelum
mencapainya !
Setengah orang menulis kepada
saya, bahwa: Kami telah beribadat kepada Allah, tetapi belum juga mendapatkan
hasilnya. Doa kami belum diterima.'
Maka hendaklah difahami: Ini
disebabkan belum mencapai tahap yang Allah inginkan. Atau, amalannya yang salah.
Yakni, bukan hanya cara untuk mencapainya yang harus benar, tetapi juga siap
bekerja keras sebagaimana persyaratannya.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
bersabda: Seorang ahli kimia bila mengalami kegagalan... he pins it down to slight imprecision in temperature, he does not lose
hope in alchemy dan puts it down to his own failing. Although there is no scope
for hope in alchemy Padahal hope springs eternal is connecting to Allah Taala.
An alchemist whose whole lbilae is spent in dealing dengan the slightest of imprecisions
in temperature does not lose hope in spite of his failure. Tetapi mengapa
orang yang ingin memperoleh qurb
kedekatan Ilahi mengalami kegagalan tidak memeriksa amalan dirinya kalau-kalau
ada yang tidak sempurna; alih-alih berputus-asa terhadap Allah Taala dan tidak
berusaha lagi.
Padahal, suatu pekerjaan
penelitian pun memerlukan waktu tahunan sebelum hasilnya tercapai.
Jadi, yang diperlukan untuk
mencapai maqoman mahmudah, qurb-Ilahi,
dan maqbuliyatnya do'a-do’a, adalah
memeriksa sikap hidup diri sendiri agar meng-inqilab haqiqi, mawas-diri, menyempurnakan peribadatan kepada Allah, itaat kepada segala perintah-Nya,
serta mengoreksi qalbu dan pikiran.
Sebab, Allah Taala telah
menyatakan: ..wad'uhu wa'astajiblakum...,
Aku dekat, dan Aku mendengar do'a mereka yang memohon. bahwa He is near dan He
listens to prays of the supplidapatt.
Jadi, orang yang tidak merasakan,
bahwa Allah Taala itu dekat dan belum mengalami maqbulnya do'a do'a, maka dalam
perjalanan usahanya itu akan ada sesuatu yang kurang.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. suka
mengingatkan, bahwa ada 2 (dua) jenis pengemis. Pertama, adalah mereka yang
meminta-minta dan mau menerima apapun yang orang berikan. Jikapun tak ada yang
memberi, ia akan terus meminta-minta hingga 2 atau 3 kali, lalu pergi.
Sedangkan pengemis jenis kedua,
adalah yang tak akan bergeming sebelum mendapatkan apa yang dimintanya. Tapi
jenis pengemis kedua ini sangat jarang.
Hazrat Muslih Mau'ud r.a.
meriwayatkan: Aku teringat ada seorang pengemis yang suka mendatangi pintu
rumah Hadhrat Masih Mau'ud a.s., dan tidak akan pergi sebelum beliau a.s.
menghampiri dan memberinya sesuatu. Bahkan adakalanya dia meminta uang dengan
jumlah tertentu; yang apabila kurang dari itu, ia pun tak mau menerimanya.
Maka seringkali pula para tamu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang suka
menambahinya.
Pada hari-hari ketika Hadhrat
Masih Mau'ud a.s. sakit dan tak bisa keluar kamar, pengemis itu akan tetap
berdiri hingga beberapa lama sampai beliau a.s. merasa sehat lalu keluar
menghampirinya.
Maka Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
suka mengingatkan, bahwa: Terkait dengan kegigihan maqbuliyatnya do'a-do’a,
adalah penting, bahwa tuan-tuan dapat bersikap seperti pengemis jenis kedua
itu, yang tetap tegar meminta-minta. Tak akan berhenti memohon, terkecuali yang
bertentangan dengan iradah-Nya. Misalnya, sekarang ini jenis kelamin jabang
bayi di dalam kandungan sudah dapat diketahui dengan pasti pada usia kandungan
tertentu. Maka jika terus menerus berdo’a memohon agar bayinya terlahir
laki-laki padahal sudah jelas perempuan, adalah menyalahi Kehendak-Ilahi.
Tetapi, do'a tersebut dapat
dipanjatkan lagi di masa datang.
Adakalanya, Allah Taala sudah
membukakan kehendak-Nya. Maka terus-menerus memohon yang bertentangan dengan
iradah-Nya itu adalah lancang.
Hendaknya diingat pula, bahwa
Perencanaan, dan Do'a-do’a Peribadatan itu berjalan berdampingan. Yakni,
buatlah perencanaannnya dengan baik; kemudian berdoa dan beribadatlah dengan
khusyu sedemikian rupa yang dapat menarik karunia Allah Taala. Adalah sangat penting bahwa kita
membuat rencana untuk memperoleh sesuatu, lalu praktekkan dengan baik sambil
berdoa dengan khusyu. Hadhrat Masih
Mau'ud a.s. suka menasehati: Berdo’a tanpa berencana adalah keliru. Do'a-do’a
dari orang semacam itu akan dicampakkan kembali. Berdoa tanpa berencana
bertentangan dengan sunatullah dan ghairat-Nya, serta menghujjah.
Berdoa dengan penuh ketawaqalan
boleh jadi akan mengubah kondisi diri
menjadi sesuai dengan yang diridhoi
Allah Taala. Sehingga boleh jadi pula kita berdo’a sesuai dengan
persyaratannya.'
Selanjutnya, adalah pengumuman
salat janazah ghaib untuk seorang syahidin Qamar Zia sahib yang disyahidkan di
pemukimannya di Distrik Shiekupura, Pakistan pada tanggal 1 Maret 2016 oleh
para pelaku yang menggunakan pisau tajam di muka rumah almarhum.
(trnsl.MAS/Wasayya&DiyafatJmtLAW/03102016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar