Jumat, 11 Maret 2016

Khutbah Jumah 4 Maret 2016

Hadhrat Khalifatul Masih II r.a.:
Mutiara-mutiara Hikmah
Disampaikan oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad Atba,
Khalifatul Masih Al-Khamis, di Masjid Baitul Futuh, London UK


     Setelah mengucapkan "Assalamo-Alaikum wa Rahmatullah", tasyahud, syahadat, ata’awudz, dan tilawat Surah Al-Fatihah, Hazoor Aqdas Ayyadahullahu Taala Binashrihil Aziz bersabda: Pada beberapa kali Khutbatul Jumah belakangan ini saya telah menyampaikan berbagai ceritera pendek dan fabel (dongeng dari dunia fauna) yang mengandung pesan moralnya, yang Hazrat Muslih Mau'ud r.a. masih ingat sebagaimana disampaikan oleh Hadhrat Masih Mau'ud a.s. kepada beliau.

     Berbagai kisah lama dari India di zaman Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang dituturkan kembali ini, seandainya tidak dituliskan di dalam literatur Jama'at niscayalah akan sudah lama terlupakan. Namun, berkat disampaikannya kembali di dalam Khutbatul Jumah ini, berbagai riwayat itupun diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

     Sebagian dari kisah ini boleh jadi nampak jenaka, tetapi tetap ada pesan akhlaknya.
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. suka menyampaikan kisah ini: Ada seorang isteri seorang tukang kebun yang memiliki dua anak perempuan yang sudah menikah. Satu orang dengan keluarga perajin keramik, sedangkan yang satunya lagi dengan keluarga perajin pertamanan (gardener).
Setiap kali langit semakin mendung, ibu ini menjadi sedemikian panik dan berkata kesana-kemari:  Salah satu dari dua anak perempuanku pasti akan menjadi kesusahan  !
Ketika orang-orang bertanya: Mengapa ?
Ia menjawab: Karena jika hujan turun, anakku yang menikah dengan keluarga perajin keramik akan menderita. Tetapi jika tidak ada hujan, anakku yang menikah dengan keluarga perajin pertamanan-lah yang akan kesusahan. Yakni, hujan akan merusak tanah-liat bahan keramik anakku yang pertama. Tapi jika tidak ada hujan, berbagai macam tanaman pertamanan anakku yang kedua akan terkena dampaknya.

     Begitulah, sebagaimana dituturkan oleh Hadhrat Masih Mau'ud a.s., bahwa: Ada dua orang Qadian yang berperkara. Teman-teman mereka sudah berusaha untuk mendamaikannya. Tapi kedua-belah pihak tetap bersikeras untuk membawa perkaranya ke Pengadilan pemerintah Inggris. Keduanya sama-sama pengikutku; dan satu persatu mereka datang memohon do'a kepadaku.'
Menghadapi hal yang dilemmatis ini, akupun mendoakan: Semoga yang benar mendapatkan kemenangan.

     Yakni, menghadapi permohonan doa seperti itu laksana kisah seorang ibu dengan dua orang anak perempuannya tersebut; yang menjadi sedemikian gelisah jika hujan ataupun kemarau tetap saja akan berdampak kepada salah seorang di antara mereka. Salah satu dari antaranya harus rugi total !
Maka hendaknya janganlah berpikir, sebagaimana di zaman kehidupan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. diperbolehkan membawa perkara ke Pengadilan, maka sekarang pun demikian. Melainkan, mencari keadilan memang dibenarkan, akan tetapi akan  senantiasa lebih afdhol jika dapat menempuh jalan damai [win-win solution] di luar Pengadilan pemerintah [melainkan, melalui Dewan Qadha].
Hazrat Muslih Mau'ud r.a.  bersabda: Memuliakan dan berbuat baik kepada orang tua adalah wajib bagi setiap insan. Namun, setengah orang muda tidak melaksanakannya. Yakni, jika mereka sudah menduduki suatu jabatan penting sedikit saja, maka mereka pun menjadi malu jika harus bertemu dengan orang tua mereka yang papa.

    Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menuturkan kembali suatu kisah: Ada satu orang tua Hindu yang bekerja banting-tulang demi pendidikan tinggi anak laki-lakinya. Sehingga akhirnya, anaknya itupun menjadi pegawai negeri dan berhasil menduduki suatu jabatan tinggi.
Suatu kali, sang Bapak ini berkunjung ke Kantornya yang ketika itu sedang bersama-sama dengan para sejawat pengacara dan ahli-hukum lainnya; sedangkan sang Bapak berpakaian lusuh dan seadanya, sehingga salah-satu dari antara mereka itu menunjukkan ketidak-sukaan dan bertanya-tanya: Siapa pula orang tua yang kusut-masai ini ?

     Maka sang anaknya itupun menjadi tersipu-sipu malu dan berusaha menutup-nutupi yang membuat sang Bapak menjadi marah, mencampakkan pakaiannya, lalu pergi.
Namun, sebagian besar orang-orang terhormat itu tidak terpengaruh oleh sikap sang anak. Mereka berkata: Seandainya tuan berterus-terang orang tua itu adalah ayahanda tuan, tentulah kami pun akan memuliakannya.'

      Kemudian, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. suka menasehati, bahwa: Janganlah menghadiri sesuatu Majlis [Talim] hanya dikarenakan ketenaran pembicaranya. Melainkan, cermatilah topik pembahasannya dan hikmah apa yang dapat diperoleh.
Hal ini terkait dengan satu kisah: Pada suatu hari ada seorang ulama yang berceramah sedemikian rupa panjangnya.  (compassion). Cobalah tuan katakan mengenai isi ceramahku yang membuat diri tuan tergundapatg.

     Sang petani menjawab: Baru kemarin ini seekor anak sapi-ku mati dengan mengeluarkan suara yang sama seperti tuan. Sehingga akupun menjadi sedih, teringat dan menangis karenanya.'
Jawaban itu membuatnya tersipu-sipu malu sekali dan jatuh harkatnya.
Adalah semata-mata berkat karunia Allah Taala kita mendapat taufik untuk menerima kebenaran Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Jika tidak, tentulah kita pun boleh jadi akan terbenam dalam duniawi yang dikuasai oleh para Pir [Paranormal] yang hidup dalam serba kecukupan dengan mengatas-namakan Islam. Dan beliau a.s. suka mengingatkan kita mengenai mereka yang menganggap dirinya tinggi rohani itu.
Yakni: Suatu hari Pir itu mendatangi satu orang pengikutnya untuk menagih iuran wajib. Namun, ia mengelak, bahwa: Karena sedang musim paceklik, kering kerontang; tak ada lagi yang dapat kuberikan. Akan tetapi Pir ini tetap memaksa, hingga petani itupun harus menjual sesuatu barang miliknya agar bisa membayar.

     Hazrat Muslih Mau'ud r.a. meriwayatkan, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan, bahwa: Al Quranul Karim itu telah mencantumkan semua kaidah pengobatan, dan juga therapy untuk berbagai penyakit duniawi.

     Hazrat Muslih Mau'ud r.a. berkata: Boleh jadi ilmu rohaniku belum mencapai taraf kesempurnaan. Akan tetapi dapat aku dakwakan dengan haqul yaqin, bahwa kita ini tak memerlukan hal lain lagi di luar Al Quranul Karim.

     Namun, ada setengah orang yang berpikir, bahwa setelah merasa cukup memperoleh sesuatu ilmu, tak perlu lagi pengalaman prakteknya; atau,  berbagai pendapat lain yang berkaitan dengan ilmunya.
Padahal, adalah sangat vital untuk diingat bahwa pengalaman praktek yang berkaitan dengan ilmu yang dimiliki adalah sangat penting.
     
     Seorang sarjana ilmu kedokteran belumlah sempurna jika ia belum mempraktekkannya [selama 2-3 tahun].

   Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun suka menyampaikan kisah ini: Suatu hari ada seorang tabib akademisi berprestasi tinggi datang ke kantor istana Maharaja Ranjit Singh dan bertemu dengan penasehat Muslim beliau agar ia dapat merekomendasikan sang Maharaja untukt berkonsultasi dengan dirinya.

   Namun, sang Penasehat Raja merasa bimbang dan khawatir: Bila sang Tabib ini sedemikian berpengaruh terhadap sang Maharaja, niscayalah harkatku akan menurun.'
Akan tetapi, ia sampaikan juga kepada sang Raja, bahwa ia boleh berkonsultasi dengan sang Tabib itu.

     Namun, Maharaja Ranjit Singh berkata: Jaiz, tetapi apakah dia itu berpengalaman di bidangnya ?
Sang penasehat menjawab: Ia akan mendapat pengalaman dengan berpraktek atas diri Sri Baginda.'
Maka Maharaja Ranjit Singh pun memahami situasi ini. Ia berkata: Apakah Ranjit Singh ini 'kelinci percobaan' terakhir bagi serial pengalamannya ? Kalau begitu kasih saja Sertifikat Penghargaan yang dia inginkan, lalu persilahkan pergi.'

    Jadi, begitulah bila ilmu tidak ditunjang dengan pengalaman, tidak membuat seseorang menjadi ahli di bidangnya. Dan orang yang berpikiran bahwa ia sudah ahli karena sudah menguasai ilmunya, tentulah akan diperlakukan sebagaimana oleh Maharaja Ranjit Singh itu.

    Maka, adalah juga sangat penting untuk kemajuan Jama'at secara keseluruhan: Kaum muda kita segera berusaha untuk mendapatkan pengalaman praktek atas ilmu yang dikuasainya. Sebab, sebagian permasalahan hanya dapat dipecahkan atas dasar pengalaman yang baik.

    Kemudian, setelah menerima kebenaran Ahmadiyah, kita dapat menjaga keimanan kita dengan cara menjaga hubungan yang kuat dan terpelihara dengan Nidzham Jama'at dan Khilafat, dengan cara memanfaatkan berbagai sarana yang tersedia, meskipun secara  geografis berjauhan fisik.
Hazrat Muslih Mau'ud r.a.  bersabda: Jika tak ada kemajuan dalam pekerjaan Jama'at, boleh jadi disebabkan kurangnya keterikatan dengan sumber utama (Markaz).

      Contohnya adalah di zaman kehidupan beliau a.s. ketika  surat-kabar menjadi sarana komunikasi.
Sebagaimana aku dapat juga menyampaikan Pidato-ku ke Bagian Kaum Wanita melalui system pengeras suara (loudspeaker) ketika Jalsah, maka begitulah fungsi surat-kabar Jama'at yang dapat menjaga keterkaitan para anggota yang jauh jaraknya dari Jama'at.

     Dan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. suka mengingatkan, bahwa surat-kabar Al Hakm dan Al Badr adalah merupakan kepanjangan dari kedua-belah tangan beliau. Yakni, di zaman itu surat-kabar Jama'at tersebut sangat populer di kalangan para anggota. Meskipun Jama'at baru terdiri dari beberapa Cabang, tetapi sirkulasi penjualan surat-kabar Al Badr luar biasa.
    Bahkan beberapa orang Ahmadi yang buta huruf pun membelinya untuk kemudian meminta tolong orang lain untuk membacakannya, sebagai sarana tabligh.

     Yakni, ada seorang Ahmadi buta huruf yang berprofesi sebagai kusir delman selalu membeli surat-kabar Al Hakam. Manakala ia merasakan bahwa penumpangnya adalah orang baik-baik, ia pun akan meminta tolong untuk membacakan Al Hakam itu [selama dalam perjalanan]. Dengan demikian ia pun berhasil memperkenalkan Islam Ahmadiyah kepada para penumpangnya. Sehingga, walaupun buta huruf, selama hidupnya itu, beliau dikenal sebagai orang yang paling banyak menghasilkan Bai'at.

     Kini, zaman telah banyak berubah, semakin banyak sarana komunikasi yang mudah didapatkan.
Pertama, setiap Ahmadi haruslah membiasakan diri menonton siaran MTA yang berfaedah untuk tarbiyyat pribadi maupun memper-erat hubungan dengan Khilafat.
Kemudian, beritahukanlah teman-teman anda mengenai keberadaan website Jama'at, www.alislam.org.

     Semakin banyak orang yang menulis, bahwa sejak mereka rajin menonton siaran MTA, yakni sekurang-kurangnya memirsa siaran langsung Khutbatul Jumah, keimanan merekapun meningkat; dan hubungan dengan Jama'at semakin menguat.

     Ringkasnya, MTA dan website Jama'at sudah menjadi sarana yang ampuh untuk pertablighan dan tarbiyyat Kaum Ahmadi; serta ikatan hubungan dengan Khilafat maupun dengan Jama'at.
Ada setengah orang yang perlu senantiasa diingatkan mengenai diri mereka, khususnya lagi mengenai pentingnya Salat.

     Yakni, mereka itu menjadi lalai disebabkan pergaulannya dengan mereka yang juga lalai. Oleh karena itu, adalah sangat penting untuk mempererat hubungan dengan seorang insan yang berkekuatan rohani (Khalifah Waqt).
Perhatian akan hal ini khususnya bagi kaum Ahmadi di Rabwah dan juga di Qadian. Keduanya memiliki berbagai Jama'at Lokal yang cukup berdekatan. Maka haruslah memakmurkan Masjid-masjid yang tersedia.

     Beberapa orang luar negeri yang mengunjungi Rabwah menyampaikan: Perlu perhatian khusus mengenai  Salat berjamaah di Masjid-masjid Rabwah.
Menjelaskan keniscayaan sekawanan orang dapat berdampak kepada satu sama lain, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menuturkan: Suatu kali ada seorang tak-waras memegang erat tangan Galen (seorang tabib Yunani ternama). Ketika ia melepaskannya kembali, Galen pun meminta untuk menoreh-periksa darah orang itu. Ia bertanya: Mengapa ?
Galen menjawab: Karena caramu memperlakukan-ku menunjukkan gejala orang yang maniak [tak waras].

    Maka, alih-alih bergaul dengan orang yang suka melalaikan kewajiban   Salat, perbanyaklah bergaul dengan mereka yang berdisiplin sehingga jumlahnya meningkat. Lalu, mereka yang lalai pun akan tertarik kepada mereka yang rajin.

     Suatu kali, ada seseorang yang ikut hadir di suatu Majlis Irfan Hadhrat Masih Mau'ud a.s., yang mengatakan bahwa ia akan menerima kebenaran beliau a.s. bila dapat memperlihatkan sesuatu mukjizat.

     Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjawab:  Allah Taala itu bukan sesuatu yang akrobat ataupun seni pertunjukkan. Segala sesuatu yang berasal dari Allah itu sudah sarat dengan hikmah.
Lalu faedah apa yang tuan dapatkan dari berbagai mukjizat sebelumnya, sehingga kini memerlukan yang lain lagi ?'

   Jadi, hal seperti itu tiada lain adalah sikap keras hati; yang jika sudah tidak mau menerima kebenaran, merekapun mengikuti langkah Syaitan dan menuntut sesuatu yang sia-sia dan tiada guna dalam pandangan Allah Taala maupun Rasul-Nya. Padahal sudah begitu banyak Tanda-tanda Ilahi bagi mereka yang bertaqwa.

    Ketika Hazrat Muslih Mau'ud r.a. mencanangkan Gerakan Tahrik Jadid (Gerakan Baru), ada setengah orang yang mengajukan keberatan karena merujuk kepada kata 'Jadid' (Baru), sehingga boleh jadi merupakan sesuatu yang bid'ah.

     Beliau r.a. menjelaskan bahwa, gerakan ini faktanya adalah suatu Gerakan yang sudah ada sejak dahulu kala ; tak ada yang baru.
Adapun penggunaan kata 'Jadid' atau Baru adalah semata tujuannya yang khas.
Permisalannya adalah sebagai berikut: Ketika seorang dokter mengobati seorang pasien sedemikian lama, tentulah ia akan merasa pengobatannya itu tidak mujarab. Maka dokter itupun akan mengatakan kepada pasiennya: Baiklah kalau begitu aku akan beri suatu obat yang baru.'
Padahal, kenyataannya hanya menambahkan satu unsur baru saja pada obat-obatan yang lama, tapi ia dapat meyakinkannya sebagai obat yang baru.'

     Kemudian, suatu kali ada seorang wanita lanjut usia yang datang kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dengan keluhan sakit malaria yang berkepanjangan. Maka beliau pun menyarankan untuk minum tablet kina.  Tetapi ia mengeluh: bilapun hanya meminum seper-empat tablet, malah menjadi demam seminggu.
     
     Maka Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun  menyadari, bahwa wanita ini enggan minum tablet kina (pahit).

     Di India, tablet kina ini mempunyai nama dan konotasi lain yang khas.
Maka Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun menasehati serta mengingatkan wanita itu pada suatu nama obat lain agar diminum yang isinya tiada lain adalah kina yang sama. Dan dengan senang hati wanita itu mau meminumnya, yang dilaporkan kemudian sudah sembuh hanya dengan 2 atau 3 tablet saja.

     Hazrat Muslih Mau'ud r.a.  bersabda: Begitulah halnya dengan nama Gerakan [Tahrik] yang sebenarnya sudah ada sejak dahulu kala [zaman para anbiyya], yang di zaman kini disandangkan dengan nama 'Baru' (Jadid). Tetapi ada setengah orang yang mengritik, bahwa aku telah mencanangkan sesuatu hal yang baru !

     Jadi, mereka yang bekecenderungan munafik mengatakan, bahwa suatu 'bid'ah' baru sudah diperkenalkan, sedangkan ajaran Hadhrat Rasulullah SAW ditinggalkan.'
Kemudian, di zaman kehidupan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. ada seorang pengemis yang suka mangkal di jalan seputar Qadian. Jika ia melihat  ada orang yang berjalan ke arah dirinya, ia pun akan meminta-minta dengan sejumlah uang tertentu; yang jika semakin dekat semakin turun jumlahnya hingga orang itu melintasi dirinya...(from a little distance he would start his bid dan beg a certain amount. As the person approached him, the pengemis would bring his bid down dan gradually lower it still as the person passed him dan walked off in the other direction).

      Hazrat Muslih Mau'ud r.a.  bersabda: Maka, mereka yang mengkhidmati Jama'at hendaknya juga berpola-pikir seperti itu demi untuk memperoleh sesuatu. Yakni, bila awalnya mereka itu masih dalam tahap belajar, tetapi setahap demi setahap dengan usaha dan upaya menjadi meningkat.
Laksanakanlah berbagai tugas dan kewajiban dengan mengacu kepada hasilnya. Yakni, jika bahkan urusan duniawi pun ada suatu tolok ukur hasilnya, bagaimana mungkin urusan moral dan spiritual tak ada parameternya ?

    Mereka yang berpikiran keliru berkata: Kerjakan saja sebisanya, hasilnya serahkan pada Allah Taala.
     Artinya, mereka itu berpendapat: Kerjakanlah sebaik mungkin, Allah Taala tidak bersama kita.
Betapa naifnya pikiran semacam itu, yakni: Menisbahkan berbagai kedhoifan dan ketidak-mampuan diri kepada Allah Taala.

     Padahal, sudah menjadi sunatullah: Apapun yang kita kerjakan niscaya akan terjadi.
Akan tetapi, keniscayaan baik atau buruknya itu tergantung kepada pelaksanaannya dari pihak kita.
Yakni, dengan usaha dan kerja keras, hasilnya ada di tangan kita. Maka yang diperlukan adalah berusaha keras untuk mendapatkan hasil yang telah ditentukan. Jangan pernah berhenti sebelum mencapainya  !

     Setengah orang menulis kepada saya, bahwa: Kami telah beribadat kepada Allah, tetapi belum juga mendapatkan hasilnya. Doa kami belum diterima.'
Maka hendaklah difahami: Ini disebabkan belum mencapai tahap yang Allah inginkan. Atau, amalannya yang salah. Yakni, bukan hanya cara untuk mencapainya yang harus benar, tetapi juga siap bekerja keras sebagaimana persyaratannya.

     Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Seorang ahli kimia bila mengalami kegagalan... he pins it down to slight imprecision in temperature, he does not lose hope in alchemy dan puts it down to his own failing. Although there is no scope for hope in alchemy Padahal hope springs eternal is connecting to Allah Taala. An alchemist whose whole lbilae is spent in dealing dengan the slightest of imprecisions in temperature does not lose hope in spite of his failure. Tetapi mengapa orang yang ingin memperoleh qurb kedekatan Ilahi mengalami kegagalan tidak memeriksa amalan dirinya kalau-kalau ada yang tidak sempurna; alih-alih berputus-asa terhadap Allah Taala dan tidak berusaha lagi.

     Padahal, suatu pekerjaan penelitian pun memerlukan waktu tahunan sebelum hasilnya tercapai.
Jadi, yang diperlukan untuk mencapai maqoman mahmudah, qurb-Ilahi, dan  maqbuliyatnya do'a-do’a, adalah memeriksa sikap hidup diri sendiri agar meng-inqilab haqiqi, mawas-diri, menyempurnakan peribadatan kepada     Allah, itaat kepada segala perintah-Nya, serta mengoreksi qalbu dan pikiran.

    Sebab, Allah Taala telah menyatakan: ..wad'uhu wa'astajiblakum..., Aku dekat, dan Aku mendengar do'a mereka yang memohon. bahwa He is near dan He listens to prays of the supplidapatt.
Jadi, orang yang tidak merasakan, bahwa Allah Taala itu dekat dan belum mengalami maqbulnya do'a do'a, maka dalam perjalanan usahanya itu akan ada sesuatu yang kurang.

    Hadhrat Masih Mau'ud a.s. suka mengingatkan, bahwa ada 2 (dua) jenis pengemis. Pertama, adalah mereka yang meminta-minta dan mau menerima apapun yang orang berikan. Jikapun tak ada yang memberi, ia akan terus meminta-minta hingga 2 atau 3 kali, lalu pergi.
Sedangkan pengemis jenis kedua, adalah yang tak akan bergeming sebelum mendapatkan apa yang dimintanya. Tapi jenis pengemis kedua ini sangat jarang.

   Hazrat Muslih Mau'ud r.a. meriwayatkan: Aku teringat ada seorang pengemis yang suka mendatangi pintu rumah Hadhrat Masih Mau'ud a.s., dan tidak akan pergi sebelum beliau a.s. menghampiri dan memberinya sesuatu. Bahkan adakalanya dia meminta uang dengan jumlah tertentu; yang apabila kurang dari itu, ia pun tak mau menerimanya.

Maka seringkali pula para tamu  Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang suka menambahinya.

      Pada hari-hari ketika Hadhrat Masih Mau'ud a.s. sakit dan tak bisa keluar kamar, pengemis itu akan tetap berdiri hingga beberapa lama sampai beliau a.s. merasa sehat lalu keluar menghampirinya.
Maka Hadhrat Masih Mau'ud a.s. suka mengingatkan, bahwa: Terkait dengan kegigihan maqbuliyatnya do'a-do’a, adalah penting, bahwa tuan-tuan dapat bersikap seperti pengemis jenis kedua itu, yang tetap tegar meminta-minta. Tak akan berhenti memohon, terkecuali yang bertentangan dengan iradah-Nya. Misalnya, sekarang ini jenis kelamin jabang bayi di dalam kandungan sudah dapat diketahui dengan pasti pada usia kandungan tertentu. Maka jika terus menerus berdo’a memohon agar bayinya terlahir laki-laki padahal sudah jelas perempuan, adalah menyalahi Kehendak-Ilahi.

      Tetapi, do'a tersebut dapat dipanjatkan lagi di masa datang.
Adakalanya, Allah Taala sudah membukakan kehendak-Nya. Maka terus-menerus memohon yang bertentangan dengan iradah-Nya itu adalah lancang.

   Hendaknya diingat pula, bahwa Perencanaan, dan Do'a-do’a Peribadatan itu berjalan berdampingan. Yakni, buatlah perencanaannnya dengan baik; kemudian berdoa dan beribadatlah dengan khusyu sedemikian rupa yang dapat menarik karunia  Allah Taala. Adalah sangat penting bahwa kita membuat rencana untuk memperoleh sesuatu, lalu praktekkan dengan baik sambil berdoa dengan khusyu.  Hadhrat Masih Mau'ud a.s. suka menasehati: Berdo’a tanpa berencana adalah keliru. Do'a-do’a dari orang semacam itu akan dicampakkan kembali. Berdoa tanpa berencana bertentangan dengan sunatullah dan ghairat-Nya, serta menghujjah.

      Berdoa dengan penuh ketawaqalan boleh jadi  akan mengubah kondisi diri menjadi sesuai dengan yang diridhoi  Allah Taala. Sehingga boleh jadi pula kita berdo’a sesuai dengan persyaratannya.'
    Selanjutnya, adalah pengumuman salat janazah ghaib untuk seorang syahidin Qamar Zia sahib yang disyahidkan di pemukimannya di Distrik Shiekupura, Pakistan pada tanggal 1 Maret 2016 oleh para pelaku yang menggunakan pisau tajam di muka rumah almarhum.

(trnsl.MAS/Wasayya&DiyafatJmtLAW/03102016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar